Mohon tunggu...
HMDIE FEB UB
HMDIE FEB UB Mohon Tunggu... Lainnya - Himpunan Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

#SATUJIWAIE #OSIOSIOSI #PROUDTOBEIE #AMERTAASA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Polemik Pemerataan Ekonomi: Pro Kontra Pemindahan Ibu Kota

14 Juni 2021   15:59 Diperbarui: 14 Juni 2021   16:18 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bappenas mengkalkulasi estimasi total pembiayaan pemindahan ibu kota negara baru menjadi dua skenario, skenario pertama sebesar 466 triliun dan skenario kedua sebesar 323 triliun. Alokasi pembiayaan antara lain adalah untuk pembangunan infrastruktur fungsi utama, seperti gedung legislatif, eksekutif, dan yudikatif; infrastruktur fungsi pendukung, seperti gedung rumah ASN/POLRI/TNI, fasilitas pendidikan kesehatan; infrastruktur fungsi penunjang, seperti fasilitas sarana dan prasarana; dan kebutuhan pengadaan lahan.

Lalu, sumber dana untuk pembiayaan ibu kota negara baru utamanya berasal dari peranan swasta, BUMN dan kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KBPU) sehingga tidak didominasi oleh APBN (Bappenas,2019). Sebagian pembiayaan yang berasal dari APBN akan dilakukan secara bertahap (multi years) dan tidak akan menganggu program prioritas lainnya.

Kritik Terhadap Pemindahan Ibu Kota 

Permasalahan ketimpangan ekonomi di Indonesia memang sangat jelas terlihat. Berdasarkan data yang sudah dilampirkan, perekonomian Indonesia terpusat kepada satu wilayah saja yaitu Pulau Jawa. Kapasitas ekonomi Pulau Jawa berkontribusi mencapai separuh lebih PDB total Indonesia pada tahun 2020. Hal ini adalah salah satu dampak dari keberadaan Jakarta di pulau ini sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat bisnis. Kondisi ini menciptakan magnet investasi dan perpindahan penduduk yang saling berkaitan.

Investasi cenderung banyak terealisasi di wilayah Jakarta dan Jawa karena potensi tenaga kerja di wilayah ini juga melimpah, implikasi dari maraknya urbanisasi yang meningkatkan kepadatan penduduk. Sedangkan, tren urbanisasi dilatar belakangi oleh asumsi mudahnya mendapat lapangan pekerjaan di wilayah ini karena cepatnya pembangunan dan investasi. Kedua hal ini saling berkaitan dan menjadi problematika besar apabila tidak ditangani secara komprehensif.

Pemerintah memberikan jalan keluar dengan membangun ibu kota baru. Padahal, pemerintah menyatakan ibu kota baru ini untuk pusat pemerintahan bukan pusat bisnis. Jika memang pemerintah ingin mengatasi masalah ketimpangan ekonomi, harusnya langsung saja fokus terhadap penciptaan kutub pertumbuhan ekonomi yang baru. Hal ini bisa direalisasikan dengan membangun kawasan-kawasan industri baru sehingga impact dari investasinya bisa langsung berdampak  kepada wilayah terkait.

Jika pemerintah memindahkan ibu kota terlebih dahulu, lalu mengembangkan wilayah sekitarnya, bisa tergambar banyaknya biaya yang harus disiapkan. Terlebih lagi pembiayaan ibu kota tidak berasal dari pembiayaan APBN melainkan berasal dari pihak swasta. Hal ini tidaklah bijaksana mengingat utang Indonesia semakin meroket. Per Maret 2021, utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 6,445 triliun, setara dengan 41,64% dari PDB. Pemerintah mungkin berdalih pembiayaan pemindahan ibu kota ini bukan melalui utang melainkan berasal dari Sovereign Wealth Fund (SWF). Akan tetapi, prinsipnya sama yaitu adanya return on investment yang harus dipertimbangkan lagi mengingat aktivitas investasi yang orientasinya profit.

Pada akhirnya patut dipertanyakan lagi latar belakang pemerintah terkait perencanaan pemindahan ibu kota negara ini. Sebab, langkah yang diambil tidak mempertimbangkan cost terendah yang mungkin dilakukan dengan terlebih dahulu membangun ibu kota baru untuk pemerataan ekonomi, tidak langsung membangun sentra industri baru. Sebagai tambahan, permasalahan yang terkesan ditinggalkan di Jakarta dan sekitarnya patut dipertanyakan kejelasannya terkait langkah pemerintah. Bahkan, permasalahan lingkungan dan kependudukan di Jakarta berpotensi tidak tertangani dengan maksimal mengingat statusnya sebagai ibu kota tidak menjadikan masalahnya cepat tertangani apalagi saat status Jakarta sudah tidak menjadi ibu kota.

Daftar Pustaka

Aditua, Sahat. 2019. Dampak Ekonomi dan Resiko Pemindahan Ibu Kota Negara. Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis. 9 (16). 19-24.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2019. Dampak Ekonomi dan Skema Pembiayaan     Pemindahan Ibu Kota Negara. Dialog Nasional 2: Menuju       Ibu Kota Masa Depan:            Smart, Green, Beautiful (26 Juni 2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun