Ia mencium kaca, bukan bibir manusia.
Berpesta dengan nama-nama asing yang lekas lenyap,
menari di bawah cahaya gantung
seperti kupu-kupu yang mengira api adalah bintang.
Dalam benaknya, ada satu nama yang hanya dijahit dari harap:
Nama yang Ditenun Asa.
Bukan karena cinta,
tapi karena setiap suku katanya terasa seperti pintu
menuju semesta yang hanya dihuni oleh mereka
yang telah lama pergi, bukan secara jasad, tapi sadar.
Ia hidup dalam kabut,
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!