Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Jempolmu Bisa Memenjarakanmu

19 April 2021   03:32 Diperbarui: 19 April 2021   04:38 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Secara mendasar perubahan ketentuan Pasal 45 ayat (1) UU ITE No. 11/2008  menjadi Pasal 45 ayat (3) UU ITE No. 19/2016 terkait penghinaan/pencemaran nama baik adalah lamanya pemidanaan yang berkurang dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi 4 (empat) tahun, adapun denda dari semula 1 miliar menjadi 750 juta. Sehingga berkurangnya ancaman pidana menjadi, maka berdampak ketika tersangka/terdakwa menjadi tidak dapat ditahan oleh penyidik, penuntut umum maupun hakim.

Selain itu, terdapat perubahan yang merubah sifat delik pada bagian penjelasan ketentuan Pasal 27 UU ITE No. 11/2008 yang sebelumnya tertulis "jelas" kemudian di dalam penjelasan Pasal 27 UU ITE No. 19/2016 berubah menjadi "Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)". Hal ini semakin memperjelas pemaknaan pencemaran nama baik dan/atau fitnah sebagaimana diatur dalam KUHP.

Dalam KUHP tersebut delik penghinaan diatur pada Bab XVI yang di dalamnya terdapat rumpun pencemaran nama baik. Sebagaimana pengertian umum bahwa penghinaan merupakan keadaan seseorang yang dituduh atas sesuatu hal yang benar faktanya namun bersifat memalukan karena diketahui oleh umum sebagaimana dimaksud Pasal 310 ayat (1) KUHP dan kebalikannya apabila yang dituduhkan itu tidak benar maka dia dianggap melakukan fitnah/pencemaran nama baik sebagaimana maksud Pasal 311 ayat (1) KUHP. Menurut R. Soesilo jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain "menuduh suatu perbuatan", misalnya dengan mengatakan "anjing", "asu", "sundel", "bajingan" dan sebagainya, masuk kategori delik pada Pasal 315 KUHP dan dinamakan "penghinaan ringan".

Dalam UU ITE No. 11/2008 bahwa penghinaan/pencemaran nama baik merupakan delik biasa sehingga dapat diproses secara hukum sekalipun tidak adanya pengaduan dari korban namun dengan mengacu pada KUHP sebagaimana maksud UU ITE No. 19/2016, maka delik tersebut berubah menjadi delik aduan (klacht delic) yang mengharuskan korban membuat pengaduan kepada pihak berwajib (kepolisian). Muatan norma penjelasan Pasal 27 UU ITE No. 19/2016 mengadopsi pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 50/PUU-VI/2008 Jo Putusan MK No. 2/PUU-VII/2009.

Dalam pertimbangan Putusan MK No. 50/PUU-VI/2008 disebutkan bahwa keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut, harus juga diperlakukan terhadap perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, sehingga Pasal a quo juga harus ditafsirkan sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut di depan Pengadilan.

Kalimat Kutipan Bukan Merupakan Penghinaan /Pencemaran Nama Baik

Penulis menemukan beberapa kasus, salah satunya Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) ditahun 2015 dengan No. 955 K/Pid.Sus/2015 yang mana MA menolak permohonan kasasi penuntut umum sehingga berlaku putusan pengadilan tingkat pertama yang membebaskan terdakwa dari semua dakwaan. 

Terdakwanya adalah salah seorang anggota DPRD. Dalam pekara ini  terdakwa dilaporkan karena mengunggah status di facebooknya yang mengutip Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa terjadi penyimpangan dana..... terjadi di kota...... Walaupun status dan kedudukan terdakwa adalah anggota DPRD dapat menunjukkan bahwa pengguna facebook tidak terbatas profesi tertentu karena facebook merupakan sarana media sosial yang terbuka luas terhadap semua kalangan dari latar belakang apapun.

Dari kasus tersebut majelis hakim pada MA memberikan pertimbangan hukum bahwa, "kata-kata yang diucapkan terdakwa tersebut bukan merupakan kata-kata karangan terdakwa sendiri, melainkan kutipan dari statement Resume Lembaga Negara (BPK) sesuai hasil laporan hasil pemeriksaan BPK, kata-kata tersebut tidak ditujukan kepada pihak tertentu, serta tidak dengan makna menyiarkan kabar bohong/fitnah". 

Mencermati pertimbangkan putusan tersebut maka sebenarnya mengukuhkan kebebasan pengguna media sosial sepanjang ditulis berdasarkan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum namun tidak ditujukan terhadap pihak tertentu. Namun kasus ini bisa juga akan terjadi perbedaan sudut pandang apabila terdakwa menyebutkan nama pihak atau pejabat tertentu yang belum diproses secara hukum.

Penghinaan/Pencemaran Nama Baik Bukan Bagian Dari Kritik Sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun