Awal tahun 2025 menjadi momen yang penuh kejutan bagi masyarakat Indonesia. Berbagai isu besar mengguncang kepercayaan publik terhadap pemerintah, mulai dari kontroversi tagar Makan Bergizi Gratis yang dinilai salah sasaran, skandal megakorupsi di Pertamina, hingga kebijakan efisiensi anggaran yang menuai kritik tajam. Tagar "Indonesia Gelap" pun ramai diperbincangkan, menjadi simbol kekecewaan masyarakat terhadap tata kelola negeri ini.
Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran. Tujuan mulia dari kebijakan ini adalah menghemat pengeluaran negara dan mengalokasikan dana ke sektor-sektor yang lebih bermanfaat. Namun, realisasinya di lapangan justru memunculkan pertanyaan besar.
Di Kabupaten Gayo Lues, misalnya, masyarakat dikejutkan oleh pengadaan kamar tidur untuk wakil kepala daerah senilai Rp65 juta. Tak berhenti di situ, publik kembali dibuat heran dengan alokasi anggaran Rp600 juta untuk pengadaan sirup, sebagaimana tercantum dalam situs LPSE kabupaten tersebut. Di tengah upaya efisiensi anggaran, alokasi dana seperti ini dianggap tidak relevan dan jauh dari prioritas kebutuhan masyarakat.
Selamat Azhar, mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Gayo Lues (Himagalus) Lhokseumawe Aceh Utara, menyampaikan kritik keras atas penggunaan anggaran tersebut. Menurutnya, dana sebesar itu seharusnya dialokasikan untuk program-program yang lebih bermanfaat seperti bantuan sosial menjelang Lebaran, program Ramadan, santunan anak yatim dan duafa, atau pengembangan infrastruktur masjid.
Azhar juga menyoroti potensi kecemburuan sosial jika sirup tersebut dibagikan secara tidak merata, serta kekhawatiran akan adanya celah korupsi dalam pelaksanaannya. Ia berharap pemerintah lebih bijak dalam menentukan prioritas anggaran dan memastikan setiap rupiah benar-benar memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.
Kasus ini menjadi cerminan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran daerah. Seperti halnya Pertamina yang berjanji memperbaiki tata kelola setelah skandal korupsi besar-besaran1, pemerintah daerah juga harus belajar dari pengalaman buruk ini. Efisiensi anggaran bukan hanya soal memangkas biaya, tetapi juga memastikan bahwa setiap pengeluaran memiliki manfaat nyata bagi rakyat.
Masyarakat kini menunggu tindakan tegas dari pemerintah pusat untuk mengawasi implementasi Inpres No. 1 Tahun 2025 agar tidak hanya menjadi dokumen tanpa makna. Apakah ini akan menjadi awal perubahan atau sekadar episode lain dalam drama panjang ketidakpercayaan publik? Waktu yang akan menjawabnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI