Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Gaun Putih dan Kue Cokelat (Bagian 2 dari SPdPK)

6 Desember 2022   23:34 Diperbarui: 6 Desember 2022   23:46 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dua pekan, Renjana menerima dirinya dengan apa adanya. Tak lagi berusaha keras menyembunyikan sakit dalam dirinya.

Setiap hari, Anayati akan melihat pemandangan yang sama. Pagi di selasar, siang di ruang tengah, sore di meja makan, dan sepanjang malam yang dihabiskan di kamar. Setiap hari pula, Anayati mengantar obat-obatnya---hasil dari menyabotase isi tas Renjana dan membawanya ke dokter---atau hanya ikut duduk di sebelahnya, mendengar deru nafasnya yang pendek dan buru-buru.

Pagi tadi, agak lain dari pagi-pagi sebelumnya. Renjana keluar dari kamarnya lebih awal. Dengan senyum sumringah, dia memamerkan gaun kuning pucat yang dibelikan Anayati saat dirinya masih duduk di bangku SMP.

"Bu, aku bisa memakai baju ini lagi," katanya girang. Pedihnya, Anayati melihat mata putrinya yang liar, tetapi kosong.

"Belakangan ini, kamu jadi suka memakai gaun, Renjana," sahut Anayati tenang. Adonan kue cokelat permintaan Renjana belum sepenuhnya jadi. "Ingin Ibu belikan gaun yang lain? Bagaimanapun, itu baju lama."

Setelahnya, Anayati menunduk. Adonan kuenya mengabur karena air matanya yang mendesak keluar. Pertanyaannya pasti telah terlambat. Renjana yang akhir-akhir ini pelupa, barangkali sudah melupakan keinginan-keinginannya. Namun, anak gadisnya itu menghampirinya.

"Gaun warna putih ya, Bu," katanya sumringah. "Udah lama aku pengen gaun warna putih."

Anayati mengangguk pilu. Disusutnya air matanya hingga habis. Hingga yang tersisa hanyalah senyuman ketabahan yang akan diingat putrinya. "Nanti Ibu belikan. Ibu juga akan sering-sering memasak kue cokelat setelah ini," katanya.

Seseorang pernah mengingatkannya, bahwa dekat tidaknya kematian seseorang sangat mudah dikenali. Dari sorot matanya, gerak tubuhnya, hingga perilakunya yang kembali seperti saat dia baru saja dilahirkan. Dan, Anayati melihat itu semua di diri putrinya. Siangnya, wanita itu melihat Renjana duduk di depan tivi yang menyala dengan suara rendah.

Renjana yang dilihatnya siang itu, bukan lagi anak gadisnya yang tengah menempuh pendidikan sarjananya, yang lebih suka kopi pahit daripada cokelat, yang suka terbangun di tengah malam untuk menekuri laptopnya. Renjana yang tengah duduk menonton kartun itu adalah gadis kecilnya yang baru memasuki sekolah dasar, yang masih menyukai cokelat dan memakai gaun, dan yang selalu merebahkan kepala di pahanya.

Anayati menghampiri. Duduk di sebelahnya dengan sapaan singkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun