Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Gaun Putih dan Kue Cokelat (Bagian 2 dari SPdPK)

6 Desember 2022   23:34 Diperbarui: 6 Desember 2022   23:46 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suaminya mengangguk sekadarnya. Meninggalkan semua pekerjaannya dan ikut berjongkok. "Aku yang menjemputnya, Naya. Aku sudah melihatnya lebih dulu," sahut pria itu.

Sedu sedannya lengkap. Lebih dari separuh jiwanya ikut melayang saat suaminya merengkuhnya dalam pelukan yang seolah berkata, "tabahlah! Seperti inilah dunia tempat di mana kita tinggal." Hatinya sakit. Namun, Anayati teringat betapa istimewa putrinya, anak satu-satunya.

Renjana-nya lahir dengan baik. Tumbuh cantik dan cerdas saat usianya belum memasuki angka lima. Selayaknya sebuah tunas, Anayati merawatnya penuh kasih, menyiraminya setiap saat, memberinya pupuk, serta ikut menyaksikan bagaimana mimpi-mimpinya tumbuh. Cita-cita Anayati pun tak muluk. Wanita itu hanya ingin melihat tunas yang ditanamnya tumbuh menjadi pohon yang tegap, berbunga, dengan banyak buah, lalu Anayati akan berteduh di bawahnya dalam bentuk pusara.

Sayangnya, Anayati sempat lupa bahwa hidup dipegang oleh Tuhan.

Di waktu di mana Renjana tengah membesarkan mimpinya, Anayati harus menelan pil pahit bahwa putrinya adalah satu dari sekian banyak anak-anak yang istimewa. Anak-anak yang hidup merawat sakit, bertahan melawan derita, dan berlari dengan bingkisan istimewa itu di pelukannya.

Suatu hari, pernah Anayati menangis di hadapan suaminya.

"Renjana punya begitu banyak mimpi, Raiz. Mimpi-mimpinya dan mimpi-mimpiku. Bagaimana aku akan melihat semua mimpi itu terenggut sekaligus darinya?"

"Ingatlah ini, Naya. Renjana adalah titipan Tuhan. Hadiah paling indah untukku dan kamu. Bersabarlah atas apa yang telah terjadi. Biarkan dia tetap mengejar mimpi-mimpinya. Semoga nanti, dia mencari kita di pengadilan Tuhan. Dengan senyum bahagia, dia menunjuk kita sebagai orang tua hebat yang telah mengasihinya," sahut suaminya.

Bertahun-tahun setelahnya, Anayati hanya bisa berdamai. Tidak untuk tabah.

***

Di minggu ke-dua, Renjana masih di rumah. Setiap pagi masih duduk di selasar rumah dengan sebuah buku dan kacamata. Nafsu makannya menurun drastis. Rambutnya yang dipotong pendek, menipis. Cekung matanya semakin menjadi, menambah kesan mati yang tidak berani lagi dilihat Anayati. Puncaknya, Renjana tak lagi menggigit bibirnya untuk menjadikannya merah, untuk meyakinkan Anayati bahwa dirinya sungguh baik-baik saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun