Mohon tunggu...
Dimas Sadiman
Dimas Sadiman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Sebagai penulis dan peduli dengan berbagai konten lokal. Saat ini sebagai owner dari penerbit anugrah jaya Palembang. Ketua IKAPI Sumsel, dan menulis diberbagai penerbit mayor

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Silang Sengkarut Kurikulum Nasional (Bagian 2)

2 April 2024   12:32 Diperbarui: 2 April 2024   12:43 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kurikulum Merdeka yang telah diresmikan dengan dikeluarkannya Permendikbudristek nomor tahun 2024 tentang KURIKULUM PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, JENJANG PENDIDIKAN DASAR, DAN JENJANG PENDIDIKAN MENENGAH menejadikan Kurikulum Nasional sebagai Transpormasi resmi dilakukan.

Setelah dilakukan berbagai kegiatan sosialisasi dan ujicoba, pelaksanaan diklat kepala sekolah dan guru penggerak sudah mencapai angkataan ke-11. Setiap guru melakukan tes secara mandiri dan dengan kesadaran sendiri untuk mendaftarkan sebagai guru, kepala sekolah penggerak. Jika kepala sekolah dinyatakan lolos maka dilakukan pelatihan selama kurang lebih  6 bulan dan dinyatakan lulus maka siap menjadi kepala sekolah penggerak. Jika kepala sekolahnya penggerak, maka secara otomotis sekolah menjadi sekolah penggerak. Kepala sekolah tersebut tidak boleh dipindahkan selama tiga tahun demikian juga guru penggerak. Hal ini untuk memastikan sekolah sudah dapat mengimplementasikan kurikulum Merdeka dengan baik.

Beberapa Kabupaten sudah ada yang menjadi sekolah penggerak sejak tahun 2021, sekolah ini yang menjadi rujukan dan melakukan pengimbasan kepada sekolah sekolah lain.

Jumlahnya memang masih sangat sedikit dibandingkan dengan sekolah dan guru dan ada. Rekruten dan Pelatihan Fasilitator, pendamping praktik memang dilakukan dengan wawancara dan menuliskan pengalaman dalam bentuk program dan best praktik yang dituliskan secara online. Semua dilakukan sendiri, hal ini sangat penting karena hanya guru tertentu yang mau mengikuti dan sebagian besar acuh dengan program ini. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah karena tidak semua guru sudah mempunyai budaya belajar untuk meningkatkan kompetensinya. Ada yang ogah bahkan "Acuh". Penentuan peserta pelatihan sebenarnya biasa dilihat dari hasil uji kompetensi yang dilakukan oleh kemendikbud. 

Guru guru yang sudah mempunyai kompetensi tinggi dapat dipilih sebagai fasilitator, guru penggerak, pendamping praktik dan apapun namanya yang jelas sebagai narasumber dalam kegiatan diklat, pelatihan dan workshop. Perlu dilakukan pemetaan dan target agar semua guru dan kepala sekolah serta pengawas mengikuti dan memahami terkatian dengan kurikulum, pembelajaran, penilaian terkait dengan Kurikulum Merdeka.

Pemerintah melalui Kemendikbudristek  mempunyai Program Guru Penggerak, anahnya lembaga-lembaga di daerah Seperti BP PAUD, atau sejenisnya diubah menjadi Balai Guru Penggerak. Sedangkan LPMP yang selama ini menjadi pioner dalam peningkatan mutu guru dan sekolah dipangkas, dan diubah namanya menjadi BPMP (Balai Penjamian Mutu Pendidikan) para WI juga berubah menjadi WP.

Perubahan BP PAUD menjadi BGP sangat aneh sebab timbul pertanyaan bagiamana kalau Program Guru Penggerak sudah tidak adalagi apakah    BPG juga harus diubah. Sejatinya nama yang sekarang sudah tepat, untuk masing-masing jenjang bertanggung jawab, juga untuk BP4tk seharusnya menjadi kawah candradimuka pelatihan para guru sesuai jenjang dan sesuai dengan mata pelajaran. Hal ini akan terjadi proses penyamaan kemampuan atau kompetensi (Pedagogik Kepribadian, Profesionan, dan Sosial) dengan baik, karena guru sudah mempunyai frekuensi pelajaran yang sama.

Demikian juga dengan Program Literasi yang sudah dimunculkan sebelumnya seperti Literasi Dasar, Literasi Digital, Literasi Saint, dan literasi lainnya seolah tenggelam. Padahal literasi ini belum memberikan dampak yang signifikan untuk peningkatkan mutu Pendidikan. Hal ini terlihat dari masih ambruknya indek literasi dan peringkat dalam PISSA.

Evaluasi yang minimal terhadap pelaksanana kurikulum sebelumnya seolah berpacu dengan kecepatan untuk menghabiskan anggaran, para guru dianggap semua sudah sebagai pembelajar, padahal pelaksanaan dilapangan baru efektif pada sekolah sekolah yang mendapatkan insentif sebagai sekolah penggerak.

Apakah Kurikulum Nasional yang sekarang akan mampu meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, masih sebuah tanda tanya besar untuk menjawabnya, karena 10-15 tahun baru terlihat apa yang kita bangun hari ini. Rasanya masih jauh panggang dari api mengigat sangat sedikitnya jumlah kepala sekolah penggerak, guru penggerak, pengawas,fasilitator, sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun