Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: "Bertaut"

20 Oktober 2022   20:49 Diperbarui: 20 Oktober 2022   21:00 1559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                Selepas perdebatan kami di selasar sore tadi, Jingga jatuh terlelap di kamarnya yang sempit, penuh buku-buku, dan berbau kopi. Entah Jingga yang tidak seperti gadis pada umumnya, atau aku yang tak mengenal dengan baik seperti apa gadis pada umumnya itu. Intinya, Jingga sangat berbeda dari kebanyakan gadis seusianya yang kutemui.

            Jika gadis lain cemas akan masa depan, percintaan, atau bingung memilih pakaian mana yang harus mereka kenakan saat ke kampus, Jingga tidak. Dengan keningnya yang senantiasa berkerut itu, dia tak merasa terpojok ketika indeks prestasinya jauh dari teman-temannya. Aku juga tidak pernah melihatnya menangis karena laki-laki lain, atau memasang video di media sosialnya sebagai kode bahwa dia sedang jatuh cinta.

            Dan tentu saja, pakaian berwarna gelap miliknya hampir menyesaki seluruh isi lemari.

            Jingga cerdas, persis seperti ayahnya. Jingga teliti dan mencintai keteraturan, juga persis seperti ayahnya. Namun belakangan ini, mendekati usia dua puluh tahun, Jingga memperoleh sifat-sifat baru seperti keras kepala, paling tahu segalanya tentang dirinya, sedikit apatis, serba minimalis, dan tentunya semakin introvert.

            Kadang aku bertanya-tanya, apa yang sudah dilewatinya dalam setahun terakhir hingga sosok penurut, baik hati, dan mudah mengalah itu lenyap dari dirinya?

            Aku mencoba mengetuk. Tidak ada jawaban. Ini juga perubahan sikap Jingga akhir-akhir ini; hobi tidur. Saat kupanggil pun, tidak ada sahutan. Karena itu aku mengumpulkan keberanian membuka pintu kamarnya yang tak pernah dikunci. Kulihat gadis itu tengah meringkuk di lantai, di antara tumpukan barang-barang yang akan dibawanya besok ke indekos barunya.

            "Jangan terlalu cemas! Jingga sudah mulai dewasa, Mala."

            Prama selalu mengingatkan hal yang sama. Berulang-ulang, siang dan malam, sampai-sampai aku hapal suara, intonasi, hingga raut wajahnya ketika mengatakan sederet kalimat penenang yang tidak ada ampuh-ampuhnya itu. Sebab saat melihat Jingga meringkuk di lantai seperti itu, aku seolah diberi kesempatan untuk menjelajah mesin waktu, kembali ke masa-masa di mana Jingga masih setinggi pahaku.

            Dulu, aku sering sekali cemas karenanya. Aku cemas hanya karena Jingga sudah berjalan sendiri, aku cemas saat Jingga memegang gelas pertamanya, aku cemas ketika Jingga merangkak menaiki tangga, dan tingkat kecemasanku bertambah saat suhu tubuhnya meningkat drastis di hari-hari tertentu. Pernah dulu, di tahun kedua Jingga, hampir tak ada malam yang kulewati tanpa menangis.

            Tak hanya cemas, aku juga takut, sedih, marah, kecewa, frustrasi, bahkan depresi dengan keadaanku sendiri. Aku akan memarahi Jingga untuk kesalahan kecil yang dilakukannya, lalu memeluknya sambil menangis tersedu saat wajahnya berubah mendung. Perasaan-perasaan itu pernah membuatku merasa rendah dan terpuruk. Namun, perasaan-perasaan itu pula yang menguatkan bahu dan lenganku untuk senantiasa menjadi terdepan untuk Jingga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun