Entah mengapa akhirnya Salindri bertahan dalam kesendirian sampai usianya setengah abad lebih. Apakah benar karena ditinggal Panggah bekerja di luar pulau dan kemudian menikahi Wedowati? Tak ada seorang pun yang tahu, termasuk keluarga dan teman-teman Salindri.
**
Satu sampai lima bulan, Salindri nyaman-nyaman saja tinggal bersama suami dan Tari di rumah  Jalan Sawo Kecik. Tapi memasuki bulan ke enam, saat Tari melahirkan dan ia tinggal sendirian malam hari di rumah karena  Mas Panggah masih menjaga Tari di rumah sakit, Salindri merasa tidak nyaman.Â
Ketika dari dapur  hendak kembali ke kamar depan, entah mengapa tiba-tiba perasaannya kurang enak, bulu kuduknya meremang, seakan-akan ada sorot mata yang memandanginya.Â
Ia ingin bergegas melintasi ruang tengah, tapi kakinya terasa berat. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, tidak ada siapa-siapa. Hanya ada deretan foto Wedowati.Â
Dengan gemetaran akhirnya sampai juga ia ke kamar dan langsung mengunci pintu dari dalam. Ketakutannya menyebabkan ia tak bisa tidur.
"Mas, cepat pulang, aku ketakutan," tulis Salindri lewat pesan WhatsApp.
**
Seminggu kemudian peristiwa itu terulang kembali.
Lepas magrib Mas Panggah  ke masjid rapat bersama takmir. Tari menemui Bu RT di teras depan. Ia diminta Tari menemani Bagas, bayi mungil, yang tidur pulas di kamar belakang.Â
Di ruang berukuran empat kali tiga meter, Salindri memandangi cucunya. Ia mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Memperhatikan tubuh gemuk Bagas. Matanya bundar dan hidungnya mancung. Sungguh menggemaskan.Â