Mohon tunggu...
Heronimus Bani
Heronimus Bani Mohon Tunggu... Guru

Menulis seturut kenikmatan rasa

Selanjutnya

Tutup

Diary

Dua Pemula Belajar dalam Praktik Menata Acara

29 April 2025   08:17 Diperbarui: 29 April 2025   08:17 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar memandu acara; foto: Ansel Bani

Hari itu, hari Minggu (27/4/25) antara pukul 14.30 - 15.00 WITa kerabat, sahabat dan tamu undangan memasuki tenda yang disiapkan. Tenda itu berdiri di halaman Umi Nii Baki. Halaman yang cukup untuk menampung maksimal 100 orang. Kursi-kursi diatur dan dirapikan menghadap ke objek acara.

Informasi ibadah syukur, foto: Ansel Bani
Informasi ibadah syukur, foto: Ansel Bani

Ruang dalam tenda selain kursi dan meja yang ditata rapi, satu unit keyboard dan active speaker ditempatkan di sana. Keyboard dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu yang akan dinyanyikan baik oleh kelompok vokal atau semua orang yang hadir dalam acara ini. 

Dua orang gadis di dalam desa ini bersedia menata dan memandu acara. Mereka menjadi pramu-acara. Keduanya merasa kurang percaya diri, namun dengan pembekalan seadanya oleh anggota keluarga Umi Nii Baki, mereka bersedia. Mengapa kurang percaya diri? 

Kerabat, sahabat dan tamu undangan yang menghadiri acara ini berasal dari beberapa kalangan yang sesungguhnya suatu kelaziman pada suatu acara keluarga. Mereka yang hadir kira-kira terkategori dari aspek akademik (lulusan), dimulai dari pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Masalahnya yakni, dua orang profesor hadir. Seorang Antropolog dan seorang Linguist yang telah melanglang buana menjadi dosen di berbagai perguruan tinggi, terakhir di Australian National University (ANU), dan kini berada di kota Kupang sebagai pakar terjemahan Alkitab pada Unit Bahasa dan Budaya Gereja Masehi Injili di Timor. Seorang mantan Dekan Fakultas Teologi Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, beberapa orang pendeta, pejabat dinas pendidikan, seorang jaksa, guru, dan mahasiswa, semua kategori ini mewarnai ruang tenda. 

Mereka semua yang terkategori seperti itu rasanya menjadi "mimpi buruk" ketika akan berdiri berhadapan. Tata tutur lisan yang bagaimana sehingga dapat memenuhi ruang pendengaran secara cukup baik atau baik? Begitulah kekuatiran, padahal keduanya bukan baru pertama kalinya memandu acara, tetapi sering diminta untuk acara-acara di dalam kampung ini.

Pukul 15.30 WITa, acara dimulai. Aliran kata mulai meluncur dari kedua pramu-acara ini. Secara bergantian keduanya membagi paragraf-paragraf lisan mereka, bersambungan. Indah, harmoni dan teratur penataannya. Menariknya, keduanya berhasil "memadamkan" api rokok di tangan para perokok tanpa membuat para perokok tersakiti. Kelihatannya para perokok menyadari bahwa bila duduk berjejeran atau berjajar-jajar, adalah sangat baik, terhormat dan saling menghargai bila asap rokok, bau tembakau tidak menyebar. Asap rokok yang membawa aroma tembakau dan campuran lainnya di dalam batang-batang rokok selalu dipastikan mengganggu. Siapa yang berani menegur?

Sirih-pinang pembuka pertemuan; foto: Ansel Bani
Sirih-pinang pembuka pertemuan; foto: Ansel Bani

Dalam budaya duduk bersama di kalangan masyarakat adat Timor, terdapat kalimat seperti ini, anbi oras ta'eku ma tateef on naan ate, maut he hit arkit atmaam am tasboo, he ansaok ii te na'tena' ma huumk ii te namteut. (terjemahan harfiah, ketika saling bertemu, biarlah kiranya kita mengunyah/memamah sirih-pinang dan merokok, dengan itu detak jantung akan tenang, rona dan rupa akan teguh).

Para tetua bila mengucapkan kalimat seperti itu, pertanda suatu percakapan dalam pertemuan itu akan diawali dengan mamah/kunyah sirih-pinang-kapur, hasilnya memerah wajah; lalu ada yang merokok (plinting) menebar aroma tembakau yang dibungkus daun lontar muda kering. Bagai ada pengetahuan psikologis (kearifan lokal) bahwa ada nuansa kegelisahan pada mereka yang duduk bersama, berhadapan lalu akan saling melemparkan ujaran baik bersifat denotatif maupun konotatif metaforistik. Kesiapan psikologis itu diawali dengan basa-basi, mamaha/kunyah campuran sirih-pinang-kapur dan merokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun