Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Perihal Demokrasi dan Hak Asasi Manusia

11 Desember 2023   14:30 Diperbarui: 18 Desember 2023   19:17 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi demokrasi dan HAM (sumber: freepik via kompas.com)

Reformasi 1998, yang jadi tonggak berakhirnya kekuasaan absolutis, kiranya menjadi bagian penting demokratisasi dapat berjalan dengan lebih baik lagi. Walau faktanya kecenderungan yang tampak adalah pada persoalan regulasi kepemimpinan yang ada.

Seperti perihal kekuasaan pemimpin negara yang cenderung mendominasi setiap gelar pemilu dilaksanakan. Sesuai Pasal 7 UUD 1945 menjelaskan bahwa, seorang pemimpin (Presiden dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan dapat dipilih sekali lagi.

Namun, seiring berjalannya pemerintahan, tentu ada saja berbagai bentuk kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan HAM. Khususnya dalam penerapan kebijakan yang bersifat prosedural, melalui berbagai mekanisme hukum yang diberlakukan.

Banyak narasi yang menjelaskan, bahwa semangat dan cita-cita Reformasi telah bergeser saat ini. Pun termasuk sistem demokrasi yang dianggap tidak lagi berjalan dengan baik. Lantaran kritik dianggap sebagai bentuk oposisi yang patut dinihilkan adanya.

Semisal, kasus meninggalnya Munir Said Thalib, seorang aktivis HAM yang dibunuh pada 2004 silam. Demokrasi dan HAM memang identik dengan berbagai kepentingan politik yang berkembang pada setiap masanya.

Kita tentu ingat bagaimana kisah seorang aktivis, Sondang Hutagalung, yang mengkritisi pemerintah dengan aksinya yang tragis. Pun terhadap para pejuang demokrasi yang telah menjadi "pahlawan" selama aksi Reformasi Dikorupsi beberapa waktu lalu.

Bagi para pejuang demokrasi yang gugur, kiranya dapat selalu kita kenang pengorbananya setiap saat. Baik sejak masa Arif Rahman Hakim, Malari, Reformasi, hingga saat ini. Ataupun dari berbagai peristiwa lain yang tidak disebutkan satu per satu disini.

Semua memiliki harapan positif tentunya, bagi keberlangsungan demokrasi di negeri ini. Kebijakan yang seharusnya ditujukan untuk rakyat, ya sudah semestinya berangkat dari rakyat itu sendiri. Bukan justru bersumber dari kepentingan yang bersifat oligarkis.

Dengan menihilkan proses demokratisasi agar dapat berjalan sesuai dengan kaidahnya. Catatan ini kiranya dapat menjadi rujukan dalam peringatan hari Hak Asasi Manusia Sedunia, yang selalu diperingati setiap 10 Desember, sesuai dengan pendekatan sejarah.

Semoga bermanfaat, salam damai, dan terima kasih.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun