Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pemilu Borongan

18 April 2019   23:56 Diperbarui: 19 April 2019   22:13 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hingga berg@nti hari, demi negeri. Foto: dok. pribadi


Dini hari
Rembulan menyinari bumi
Memimpin langkah kaki
Memberi terang pada hati

Rabu, 17 April 2019
Hari bersejarah bagi negeri ini
Pemilu tersibuk, teraneh, dan terunik di dunia sedang terjadi
Antusiasme warga bangsa begitu tinggi

Lima kertas suara
Memang membingungkan di antaranya
Terlebih bagi para orang tua atau lansia
Tapi itu akan menjadi hal yang luar biasa
Tak mau kalah dengan yang muda-muda
Yang terkadang malah golput suka-suka

Pasca waktu yang berlalu
Penghitungan suara akan jadi penentu
Siapa yang langkahnya terhenti atau terus akan melaju

Satu-persatu
Hingga akhir dari semua itu
Jelas membutuhkan amat banyak waktu

Waktu yang terus melaju
Seakan tak hendak segera melaju
Sementara stamina juga mesti mendapat asupan gizi melulu

Dan, hingga pada detik-detik hari berakhir, semua bisa dirampungkan
Lumayan, ini sudah termasuk rekor membahagiakan
Ketimbang di tempat lain yang masih pada saling meributkan

Syukurlah, semua bisa terlaksana
Tanpa  banyak keluh kesah yang tersisa
Sapa dan senyum menandai  langkah bersama

Sejenak  mendongakkan kepala
Ini masa menjelang datangnya purnama paskah paripurna
Usai sudah tugas negara
Namun, perhitungan suara
Masih terasa di  berbagai TPS lainnya

Pemilu borongan: pilpres, pileg DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kota/Kabupaten, serta DPD 2019 benar-benar terasa
Menguras waktu, pikiran, dan tenaga
Benar-benar ekstra

Pemilu itu mestinya hadir dengan damai
Tak perlulah ada kecurangan dan intimidasi
Buat apa saling mencaci
Kalau mengaku cinta pada negeri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun