Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Indonesia Teledor Belajar Pemilu Pasca Orde Baru

29 Juli 2022   18:09 Diperbarui: 1 Agustus 2022   21:00 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu 2014 diikuti oleh 12 Parpol dan Pemilu 2019 naik lagi menjadi 14 Parpol. Baca Kompas  [2], Jumlah Partai Politik Peserta Pemilu dari Masa ke Masa. Sekarang di Pemilu 2024 naik lagi, berarti yang menonjol kepentingan pribadi, itu menjadi tolak ukur penilaian.

Baca juga: Survei Indopol, Lebih dari 35 Persen Responden Tak Percaya Parpol

Tidak Mencerna Tujuan Ambang Batas

Padahal maksud kebijakan atas adanya aturan ambang batas adalah memperbaiki kualitas, baik itu pada ambang batas atau parliamentary threshold untuk parlemen di Pemilu berkualitas ataupun presidential threshold untuk Pilpres berkualitas. [3]

Ujung daripada Pemilu untuk menemukan pemimpin melalui Pilkada dan Pilpres yang berkualitas. Artinya Pemilu harus efisien dan efektif, agar terpilih legislator yang berbobot dan berpikir serta bekerja untuk perut rakyat, bukan mendahulukan perut diri dan partainya

Tapi senyatanya para legislator kita di parlemen, setali tiga uang. Masih berpikir subyektif untuk perut sendiri daripada perut rakyat. Belum mendekati negarawan yang dikehendaki rakyat dan negara agar menjadi panutan di tengah masyarakat yang dinamis.

Kenapa?

Ujungnya pada saat Pilkada dan Pilpres itu diharuskan bersatu atau berkoalisi untuk mencapai ambang batas pencalonan pada Pilkada ataupun Pilpres.

Jadi buat apa banyak Parpol kalau tidak profesional alias tidak berpihak pada rakyat. Akan semakin sulit Parpol itu menemukan calon-calon pemimpin handal.

Semakin banyak Parpol semakin mudah gugur suara rakyat yang diwakili oleh Parpol yang tidak lolos ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.

Coba perhatikan, sudah berapa banyak pemimpin daerah, menteri, anggota DPR/D yang terjaring masalah korupsi. Awal pencegahan korupsi dari Pemilu, Pilkada dan Pilpres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun