Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

KPK Harus Tegas Sikapi Pembangunan Listrik Sampah

13 April 2020   20:15 Diperbarui: 13 April 2020   23:32 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Areal Tambak Garam disekitar PLTSa TPA Benowo Surabaya (11/2019). Sumber: Dok. Pribadi | ASRUL HOESEIN

Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya yang belum memiliki fasilitas pemilahan sampah pada saat diundangkannya Undang-Undang ini wajib membangun atau menyediakan fasilitas pemilahan sampah paling lama 1 (satu) tahun (Pasal 45 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah). 

Membaca pemberitaan Tempo.Com dengan judul "Bahaya Polemik Soal Pembangkit Listrik Tenaga Sampah" oleh Jaya Wahono, Clean Power Indonesia (13/4).

Penulis sebagai Founder Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta berbeda pandangan dengan apa yang disampaikan tersebut dalam pemberitaan atas opini dari Jaya.

Bahwa apa hasil kajian dan rekomendasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar adanya. Rencana 12 proyek PLTSa tersebut, dianggap oleh KPK berpotensi merugikan negara dan GiF sependapat dengan KPK.

KPK berpendapat bila dalam peraturan atau kontrak jual-beli nantinya akan mewajibkan PLN dan Pemda membeli listrik dari PLTSa dengan tarif keekonomian dan sekaligus membayar bea pengolahan sampah (tipping fee). 

Hal itu sama saja akan merugikan rakyat melalui APBD. Entah dari mana dasar berpikir pemerintah pusat tersebut yang bombastis dan penuh dengan egoisme. Tidak berpikir bahwa apa yang dilakukan itu sebuah kealfaan besar dan pasti akan mencederai rakyat. 

Baca Juga: Menjadi Pembeda dalam Membangun Tata Kelola Sampah Indonesia

Masalahnya, karena kedua institusi itu, baik Pemda maupun PLN diharuskan membayar bea pengolahan sampah atau tipping fee kepada pengelola PLTSa.  

Keputusan bea pengolahan sampah tersebut diperkuat oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan No. P.24/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/5/2019 Tahun 2019 Tentang Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Nilai tipping fee diperkirakan atau paling tinggi Rp. 500.000 per ton, sebuah beban tambahan yang sebelumnya tidak ada atau angka tidak sebesar itu. Nilai tersebut ditetapkan, di luar biaya pengumpulan, pengangkutan, dan pemrosesan akhir.

Namun yang pasti, seluruh pemda yang masuk wilayah pembangunan yang tercantum dalam Perpres No. 35 Tahun 2018 tersebut. Tidak ada yang mampu banyar. Jakarta saja sebagai perbandingan, memiliki tipping fee hanya sekitar Rp. 125.000 per ton.  

Terhadap Permen LHK No. P. 24/2019 tersebut hanya bersifat rekomendir KLHK ke Menteri Keuangan untuk dibantu oleh pemerintah pusat. Itupun tidak menjamin. Jadi Permen LHK tersebut, sama saja "pemanis" atau "penarik" minat program PLTSa bagi daerah. 

Jelas hal tersebut akan merugikan Pemda dan PLN karena harga listriknya juga rendah. Pada ahirnya yang menanggung beban itu adalah rakyat. Rakyat yang akan mengembalikan investasi pengusaha atau investor. 

Perusahaan siapa yang menolak bila diberi peluang dan kemudahan seperti itu. Bukankah hal tersebut sarat diduga ada permainan antara oknum pemerintah dan investor ? 

Harap KPK dengan tegas mengambil sikap untuk menyelidiki dan memeriksa masalah dugaan penyalahgunaan wewenang atas pembangunan PLTSa di 12 Kota itu. 

Baca Juga: Pro Kontra PLTSa dalam Penanganan Sampah di Indonesia

Pemerintah melalui KLHK dan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, sepertinya tidak berpikir panjang - pro rakyat - bila sebaiknya dana sebesar itu dikonversi ke pengelolaan sampah kawasan dengan membangun infrastruktur bank sampah disetiap desa atau kelurahan. 

Hal Perpres No. 35 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (12 Kota). 

Menurut penulis, bahwa Perpres No. 35 Tahun 2018, cacad demi hukum karena nampak pemerintah terlalu memaksakan keadaan dan tidak menelaah. Kenapa Mahkamah Agung (MA) mencabut Perpres PLTSa sebelumnya. Ada apa ? 

Perlu diketahui bahwa Perpres No. 35 Tahun 2018 ini merupakan reinkarnasi dari Perpres No. 18 Tahun 2016 Tentang PLTSa (7 Kota) telah dicabut oleh MA pada tahun 2017 atas gugatan Judicial Review (JR) oleh penulis bersama Komunitas Tolak Bakar Sampah.

Baca Juga: Solusi Sampah Indonesia Dalam Kehampaan Solusi

Ilustrasi: PLTSa TPA Benowo Surabaya (3/2020). Sumber: Dok. Pribadi | ASRUL HOESEIN
Ilustrasi: PLTSa TPA Benowo Surabaya (3/2020). Sumber: Dok. Pribadi | ASRUL HOESEIN
Sebenarnya bila KPK memahami bahwa pernah ada gugatan masyarakat tentang JR Perpres No. 18 Tahun 2018 maka bukan revisi terhadap Perpres No. 35 Tahun 2018 yang diminta oleh KPK kepada pemerintah. Bila perlu langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan atas PLTSa di 12 Kota tersebut. 

Tapi dipastikan pula bahwa KPK akan meminta pemerintah dan pemda untuk setop PLTSa di 12 Kota. Malah ditengarai pemerintah akan merevisi Perpres No. 35 Tahun 2018 dengan rencana menambah kabupaten dan kota lainnya lagi. Selain 12 Kota sebelumnya. 

Seharusnya juga KPK melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap PLTSa Merah Putih Bantargebang Bekasi yang dibangun BPPT dan Pemprov. Jakarta dan PLTSa Benowo Surabaya. Bahwa sampai hari ini belum beroperasi pada kedua PLTSa tersebut.

Baca Juga: KPK Harus Audit Investigasi dan Menyidik Pembangunan Listrik Tenaga Sampah

Terkait rekomendasi KPK yang meminta pemerintah mencari alternatif lain dalam mengolah sampah dengan menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan KPK mengarahkan produksi briket dari sampah. Jadi benar KPK, solusi sampah bukan PLTSa.

Metode 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Jelas dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan, mengurangi penimbunan sampah, dan menghemat anggaran Pemda dalam mengolah sampahnya.

Masyarakat dan para pendukung Perpres No. 35 Tahun 2018 perlu ketahui bahwa gagalnya pengelolaan 3R yang diamanatkan oleh UU No. 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), lebih disebabkan karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak menjalankan UUPS dengan benar, jujur dan berkeadilan.

Baca Juga: Lingkaran Setan Solusi Sampah Plastik Indonesia | Melawan Ketidakadilan Pengelolaan Sampah Indonesia

Jadi bukan harus menunggu kesadaran masyarakat, tapi justru KLHK dan lintas kementerian dan lembaga lainnya yang ada dalam Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Jaktranas Sampah, terlebih dahulu merubah paradigmanya. Jangan selalu salahkan rakyat yang tidak berdosa.

Rakyat butuh panutan, sikap tegas pemerintah dan pemda yang jujur berkeadilan menjalankan UUPS, khususnya Pasal 13,15,21,44 dan Pasal 45. Kunci masalah sampah disana. Jangan diputar balik, seakan rakyat yang bandel. Oknum penguasa dan pengusaha pengelola sampah yang bandel selama ini.

Justru masalah ini perlu diluruskan agar para pelaku usaha atau investor PLTSa, PLN dan Pemerintah maupun Pemda, LSM/NGO serta rakyat sedapatnya memahami masalah sampah dengan jelas. Agar tidak menuai kerugian, sekaitan dengan terjadinya kedaruratan pengelolaan sampah di Indonesia.

Surabaya, 13 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun