Mohon tunggu...
harwisnu pamungkas
harwisnu pamungkas Mohon Tunggu... Lainnya - Berpengalaman di bidang telekomunikasi dan antusias di bisnis digital

Seorang pembelajar di dunia digital dan memiliki antusiasme tinggi untuk memahami hal-hal baru

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kepemimpinan Agile, Bagaimana Penerapannya?

11 Juli 2021   13:33 Diperbarui: 11 Juli 2021   13:36 1495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Campaign Creators on Unsplash   

Kerangka kerja Agile saat ini telah banyak diterapkan di berbagai bidang dan industri. Istilah Agile sendiri memiliki arti dan pemahaman yang berbeda bagi setiap orang, bergantung pada situasi dan lingkungannya. Salah satu pendefinisian dari Agile dan kepemimpinan Agile yang menarik dari BCG adalah sebagai berikut:

“Agile is based on the principles of teamwork, autonomy, and alignment. The ability of teams to act autonomously spurs both ownership and creativity, enabling them to make quick decisions and move fast. This combination of ownership and decision making at speed also accelerates the development of talent on the teams, which enables faster and even more effective decision making. But a high degree of autonomy works only when there is also a high degree of alignment in and among the teams.

One key role of Agile leaders is to set and maintain strong alignment around overall company purpose, strategy, and priorities. Leaders need to communicate their intent, explaining both the what and the why. Then comes the hard part: leaders need to let go—and do so visibly—thereby releasing the teams to figure out how to address their assigned challenges. The more alignment that leaders are able to establish, the more autonomy they can afford to give, and the more they can and should let go. (https://www.bcg.com/publications/2019/courage-to-be-Agile-leader)"

Penjelasan istilah Agile dan kepemimpinan Agile di atas menarik untuk dieksplorasi lebih lanjut karena berbeda dengan model kepemimpinan organisasi yang kita pahami pada umumnya. 

Pada organisasi bisnis konvensional biasanya peran pemimpin kental dengan model “command & control” didalam navigasi gerak dan langkah perusahaan. Di sisi lain, kepemimpinan Agile justru berfokus pada kerjasama tim/teamwork, otonomi-delegasi kewenangan/autonomy dan penyelarasan/alignment untuk dapat bergerak lebih cepat lagi didalam persaingan.

Hugo Messer dari Ekipa Indonesia dalam Agile Leadership menjelaskan setidaknya ada 5 (lima) perubahan (shifting) yang perlu dilakukan untuk menjadi seorang pemimpin yang dapat menerapkan konsep Agile. Perubahan ini bersifat fundamental dan perlu untuk dipahami dan diasah secara terus menerus. Apa saja 5 perubahan tersebut? Mari kita bahas satu persatu.

From long term planning to iterative work

Seorang pemimpin saat ini mesti mempertanyakan lagi ide bahwa segalanya dapat direncanakan dengan mendetail di awal. Alih-alih menggunakan manajemen perencanaan konvensional maka seorang pemimpin perlu menetapkan target jangka panjang dan menengah secara high-level. Setelah itu sumber daya dan waktu dicurahkan untuk eksekusi detail dalam bilangan kuartal tiga bulanan atau sprint 2-4 minggu. 

Di operasional lapangan yang lebih detail, pemimpin meminta tim untuk dapat memberikan suatu hasil/outcomes dari setiap iterasi pendek yang dilakukan. Hal ini dinilai lebih efektif daripada merencanakan seluruhnya diawal lalu mendorong tim bekerja sesuai waktu dan anggaran berdasarkan rencana awal tersebut. Kondisi seperti ini membuat tim tidak dapat fleksibel dalam bekerja, terlebih kondisi masa depan yang semakin sulit diprediksi justru menambah kompleksitas. 

Seorang pemimpin fokus pada hasil dan dampak dari setiap siklus iterasi. Seorang pemimpin memberi kepercayaan pada tim untuk dapat menghasilkan hal tersebut, alih-alih seorang pemimpin melakukan “micro-manage” seperti pada umumnya.

From silos/departments to cross functional teams

Kebanyakan organisasi bisnis saat ini dibentuk berbasis fungsi seperti marketing, keuangan, penjualan dan seterusnya. Kondisi ini memunculkan tantangan bagi organisasi untuk dapat berjalan dengan lincah dan biasanya muncul permasalahan seperti komunikasi tidak lancar, saling menunggu dan masih banyak lagi. Di dalam penerapan Agile, dibentuk satu tim yang anggotanya dapat berasal dari beragam unit tersebut dan melakukan keseluruhan fungsi yang dibutuhkan. Setiap tim seperti ini memiliki misi, target yang jelas dan terukur. 

Idealnya tim ini memiliki anggota yang full-time yang dengan berjalannya waktu akan menjadi stabil kinerjanya semakin produktif. Analoginya seperti sebuah tim sepakbola terdiri dari 11 orang yang berlatih bersama, bermain/ bekerja bersama di setiap pertandingan.

From command and control to self organization

Perubahan kepemimpinan dari command & control menjadi self-organization merupakan salah satu falsafah mendasar dari penerapan Agile di organisasi. Terjadi perubahan peran pemimpin yang (biasanya) memberi perintah atas apa yang harus dilakukan menjadi memberi otonomi dan akuntabilitas kepada tim. Pemimpin memberi kepercayaan kepada tim untuk menentukan cara mencapai tujuan yang dapat memberikan hasil/outcomes yang ditentukan. 

Peran pemimpin lebih pada fungsi pemberdayaan anggota tim, melakukan coaching dan menjadi fasilitator yang responsif.

From inside out to customer drives innovation

Seringkali pembuatan produk baru dikembangkan dengan pendekatan top-down. Seorang pucuk pimpinan perusahaan terinspirasi dan membuat rencana pengembangan setelah membaca sebuah artikel menarik atau hasil sebuah konsultasi yang berisi rencana pengembangan. Tim melakukan proses pengembangan sesuai roadmap yang telah ditentukan tanpa pernah berinteraksi dengan pelanggan. Seringkali hasilnya adalah sebuah produk tanpa pengguna atau jumlah pengguna terlalu sedikit. Dalam situasi yang lain, produk yang dihasilkan justru tidak memiliki kapabilitas yang sangat dibutuhkan oleh penggunanya.

Seorang pemimpin dalam hal ini perlu menerapkan konsep lean startup yang dimulai dari permasalahan yang dihadapi pelanggan. Tim melakukan validasi permasalahan pelanggan sebelum benar-benar melakukan proses pengembangan produk. Tim membangun sebuah MVP (Minimum Valuable Product) yang terus disempurnakan sesuai dengan kebutuhan pelanggan yang sudah tervalidasi sebelumnya. Pendekatan ini menempatkan pelanggan sebagai fokus yang mendorong proses inovasi layanan dan produk yang dilakukan oleh tim di perusahaan.

From output ‘doing my job’ to end to end accountability

Pada umumnya seorang pemimpin menggunakan metode KPI (Key Performance Indicator) untuk membantu timnya fokus dalam bekerja dan menghasilkan output yang diinginkan. Kondisi ini biasanya mengarah pada individualisme dari setiap anggota tim untuk mengejar pencapaian KPI tersebut yang berhubungan langsung dengan apresiasi. Kondisinya seperti setiap orang memiliki daftar yang ingin segera diberi tanda centang karena sudah dilaksanakan.

Didalam penerapan Agile, seorang pemimpin menekankan pencapaian tim secara keseluruhan berbasis pada hasil/outcomes yang diraih, bukan pada output setiap individu. Agar lebih mudah memahami hal ini, berikut contoh imaginatif tentang perbedaan output dan outcomes pada perusahaan pembangunan jalan, sebagai berikut:

output vs outcomes from Ekipa
output vs outcomes from Ekipa

Dari contoh diatas pada bagian kiri jelas terlihat bahwa setiap individu akan membangun jalan sepanjang 50 mil, memperbaiki 50 jembatan dan melakukan perluasan atas 50 rute bis. Setelah semua tuntas, setiap individu akan merasa seluruh tugas telah dilaksanakan dan bahkan kita sebagai pemimpinpun dapat memberi apresiasi atas pencapaian tersebut.

Hal berbeda terjadi untuk pencapaian outcomes di sisi kanan dimana kinerja diukur dari dampaknya terhadap pengguna jalan. Tim diminta untuk dapat menurunkan tingkat kecelakaan (yang salah satunya tentu adalah membangun badan jalan). Tim merumuskan dan mengeksekusi berbagai cara selain membangun badan jalan, mereka juga memasang tambahan lampu penerangan jalan , menambah beberapa rambu jalan, menambah pagar pelindung pembatas jalan, bahkan mengupdate data di Google map. 

Kondisi yang amat berbeda ini terjadi karena pemimpin memberikan target berbentuk hasil/outcomes sebagai dampak yang dirasakan oleh pengguna jalan, tentunya tidak semata membangun dan menambah panjang jalan seperti pada contoh sebelah kiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun