Mohon tunggu...
Harry Agus Yasrianto
Harry Agus Yasrianto Mohon Tunggu... Guru - Guru Sosiologi di SMA Negeri 1 Berau

Hobi Membaca, Menulis cerita pendek, Travelling,Fotografi, Musik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kuyang

16 September 2022   02:04 Diperbarui: 16 September 2022   02:09 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Bukan itu. Ini tentang dirimu yang melayang-layang di udara tadi.”

Laya tertawa cekikikan. Suaranya mendominasi ruangan.

“Kamu ini masih seperti dulu. Senang berkhayal,” jawab Laya seenaknya.

“Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Itu dirimu,” bela Agyas. Lelaki dekil melihat garis melingkar di sekeliling leher wanita pujaannya itu. Sembilan belas tahun lalu, mereka memadu kisah. Adat yang memisahkan mereka. Ayahnya tidak merestui hubungan itu terjadi. Beragam alasan klise diungkapkan. Babat bibit bebet bobot selalu jadi kendala.

“Kamu pasti sedang mabuk,” sahut wanita bertubuh langsing itu tegas.

“Lalu, garis apa yang melingkari lehermu saat ini ?”

Laya secepat kilat menutupi lehernya dengan kerah baju. Wajahnya terkejut. Agyas bisa melihat itu. Dia bisa merasakan kekagetan wanita impiannya dulu.

“Lepaskan ilmu hitam itu, Laya. Itu tidak dibenarkan agama. Aku tahu, aku salah. Tidak semestinya kamu melukai dirimu seperti ini. Biarlah kecantikanmu menghiasi wajahmu, tanpa campur tangan mahluk mengerikan itu,” jelas lelaki dekil itu.

“Mohon maaf. Ini sudah larut malam. Tidak baik dilihat tetangga. Apa pendapat mereka jika melihatmu di sini,” potong Laya kemudian.

Lelaki bertubuh gempal itu tidak bisa berbuat apa-apa. Dia pamit sambil menoleh sesaat ke arah remaja tampan di depan sebuah pintu kamar. Mereka saling melempar senyum. Sebuah pertemuan singkat. Sebuah perpisahan panjang memaksa mereka melewati takdir.

Agyas meninggalkan rumah berpagar hitam itu. Dia berjalan melintasi persimpangan jalan. Harry tergopoh-gopoh mengejar lelaki dekil itu. Malam telah melarutkan kegelapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun