“Hadang dia. Jangan sampai terlepas,” teriak Mamak muda dari dalam rumah.
“Iya Mak,” sahut Harry.
“Berteriaklah. Panggil tetangga sebelah rumah,” ujar Mamak muda setengah menjerit.
Agyas terdiam mematung. Dia ingin menjerit. Dia ingin meminta pertolongan. Suaranya tidak keluar sama sekali. Tiba-tiba saja, tenggorokannya tersekat. Dia kaget setengah mati. Tatapannya tidak pernah lepas dari mahluk cantik tanpa tubuh itu. Balok kayu ulin di tangannya tiba-tiba saja melemah. Dia tidak menyangka akan bertemu langsung dengan sosok berambut panjang itu.
“Ayo pukulkan balok itu ke arahnya Kak. Biar aku jaga di sini. Jangan biarkan dia meloloskan diri,” teriak Harry.
Lelaki dekil itu menganga. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Tatapannya kosong. Kedua pipi wanita cantik dengan isi perut menjuntai itu terlihat penuh dengan tetesan darah. Mulut wanita tanpa tubuh yang utuh itu nampak sangat menikmati gumpalan darah segar.
“Kak Agyas. Cepat hantam kepalanya,” adik iparnya yang bertubuh kurus itu mulai jengkel.
Agyas tetap tidak bergeming. Mulutnya tidak dapat digerakkan. Lelaki dekil terdiam. Otaknya coba mengingat-ingat. Sepertinya mahluk cantik di hadapannya tidak asing baginya.
“Laya ?” bisik lelaki bertubuh gempal itu.
Wanita cantik berambut panjang itu tidak menggubrisnya. Dia masih sibuk menyedot gumpalan darah di bawah lantai persalinan istri Agyas. Mulutnya bergerak cepat. Lelaki dekil itu masih belum percaya dengan pandangan matanya. Mahluk cantik itu benar-benar Laya. Ya, lelaki itu sangat yakin dengan matanya.
“Dapatkah ?” jerit Mamak muda.