Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ojol Demo Nasional: Tuntutan Keadilan di Jalan Raya

16 September 2025   18:01 Diperbarui: 16 September 2025   18:01 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah hiruk-pikuk Jakarta yang tidak pernah tidur, besok (17 September 2025) jalanan ibukota akan punya wajah berbeda. Bukan karena hujan atau banjir musiman, melainkan karena ribuan pengemudi ojek online (ojol) akan mematikan aplikasi mereka serentak. Hari Perhubungan Nasional, yang seharusnya penuh dengan perayaan dan simbol kemajuan transportasi, justru menjadi panggung besar untuk menyuarakan kekecewaan.

Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia, bersama aliansi mahasiswa dan komunitas ojol, memilih momentum ini untuk turun ke jalan. Mereka akan bergerak dari Kementerian Perhubungan, singgah di Istana Presiden, lalu berakhir di DPR RI. Tuntutan mereka bukan sekadar angka dalam tarif atau persentase potongan, melainkan persoalan keberlangsungan hidup.

Bayangkan, di balik helm dan jaket hijau atau biru, ada wajah-wajah lelah yang sehari-hari menanggung beban harga BBM, cicilan motor, dan kebutuhan rumah tangga. Kini mereka berhadapan dengan kebijakan yang dianggap lebih berpihak pada aplikator ketimbang pada pengemudi. Vendor driven policy, begitu istilah yang dilontarkan: kebijakan yang dikendalikan oleh perusahaan aplikasi. Ironis, bukan? Menteri yang seharusnya membela rakyat, justru dianggap lebih mirip juru bicara perusahaan.

Ada tujuh tuntutan yang akan diusung. Mulai dari memasukkan Rancangan Undang-Undang Transportasi Online ke dalam Prolegnas, hingga mendesak audit potongan komisi yang selama ini dianggap membebani. Bahkan, mereka berani mengajukan tuntutan politis: meminta Presiden mencopot Menteri Perhubungan. Tuntutan ini jelas bukan basa-basi. Ada kemarahan yang menumpuk, ada luka yang belum sembuh, termasuk tragedi 28 Agustus yang merenggut nyawa Affan, seorang pengemudi ojol.

Pertanyaannya, apakah suara ini akan didengar atau sekadar menjadi riuh sesaat di jalanan Jakarta? Kita tahu, dalam sejarah pergerakan, suara kolektif yang diabaikan bisa menjadi bara yang membakar lebih besar.

Di sisi lain, pemerintah tentu punya dalih. Menhub Dudy Purwagandhi misalnya, menegaskan bahwa semua pihak harus didengar, termasuk perusahaan aplikator. Alasannya sederhana: ekosistem transportasi daring harus dijaga keberlanjutannya. Tapi mari kita bertanya balik---keberlanjutan untuk siapa? Apakah keberlanjutan berarti kesejahteraan pengemudi, atau sekadar kelanggengan profit perusahaan?

Besok, warga Jakarta mungkin akan kebingungan mencari alternatif transportasi. Namun di balik kerepotan itu, tersimpan pesan penting: roda ekonomi digital yang selama ini kita nikmati, berdiri di atas keringat ribuan orang yang tak punya pilihan lain selain terus mengaspal.

Jika suara mereka kembali tenggelam, apakah kita hanya akan menunggu sampai muncul aksi yang lebih besar, atau bahkan tragedi baru? Hari Perhubungan Nasional seharusnya menjadi refleksi: transportasi bukan sekadar soal aplikasi, melainkan soal keadilan sosial di jalanan.

Dan seperti biasa, ala penulis penuh tanya, mari saya akhiri dengan satu pertanyaan sederhana: siapa sebenarnya yang mengemudikan arah transportasi negeri ini---pengemudi ojol, menteri, atau perusahaan aplikator?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun