Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Iran-AS: Ketika Insentif Tak Cukup Menembus Dinding Ketidakpercayaan

28 Juni 2025   13:08 Diperbarui: 28 Juni 2025   13:08 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Tangkapan Layar via Kompas.id

Bagi Iran, ini bukan hanya penghinaan, tapi juga pelajaran pahit: bahwa janji Amerika bisa dicabut kapan saja. Maka ketika kini AS datang dengan karung insentif, Iran bukan tidak tergoda. Mereka hanya lebih berhati-hati. Sekali tertipu, mungkin salah Amerika. Tapi dua kali? Itu bisa jadi salah mereka sendiri.

---

Serangan Militer: Negosiasi atau Ancaman?

Situasi makin rumit ketika Amerika melancarkan serangan militer ke tiga situs nuklir Iran pada 22 Juni 2025, termasuk Fordo---fasilitas nuklir bawah tanah yang dulunya merupakan simbol kebanggaan teknologi nuklir Iran. Serangan ini, meski diklaim sebagai pencegahan, justru memperkuat narasi Iran bahwa AS tak pernah tulus ingin berdialog.

Bayangkan posisi Iran: di satu sisi, mereka ditawari insentif. Di sisi lain, diserang. Ini seperti orang yang mengetuk pintu rumahmu sambil membawa sekotak hadiah---namun dengan tangan satunya menggenggam pentungan.

Dalam budaya Timur Tengah, penghormatan terhadap martabat nasional sering lebih penting daripada keuntungan ekonomi. Iran bukan hanya berpikir dalam kerangka untung-rugi pragmatis. Mereka juga berpikir tentang harga diri, posisi di dunia Islam, dan narasi kebangkitan dari dominasi Barat.

---

Refleksi: Diplomasi Bukan Transaksi

Amerika mungkin benar dalam perhitungan ekonominya. Mereka menghitung bahwa dengan menawarkan paket bantuan US$20--30 miliar, Iran akan luluh. Mereka membayangkan bahwa negara dengan ekonomi yang tertekan akan tergiur oleh janji manis. Tapi pendekatan ini terlalu ekonomistik, bahkan cenderung dangkal.

Diplomasi tidak bekerja seperti pasar swalayan. Ini bukan diskon akhir pekan. Negara bukan konsumen yang bisa dibujuk dengan cashback dan bonus poin. Dalam relasi diplomatik, faktor psikologis, historis, dan simbolik jauh lebih menentukan.

Iran tidak sedang bermain poker. Mereka sedang mempertaruhkan martabat dan eksistensinya sebagai bangsa yang berdaulat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun