Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Antara Nakal, Disiplin, dan Barak Militer: Solusi atau Pelarian Orang Tua?

19 Juni 2025   16:50 Diperbarui: 19 Juni 2025   16:48 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Foto kompasiana.com

Antara Nakal, Disiplin, dan Barak Militer: Solusi atau Pelarian Orang Tua?

Belakangan ini media sosial ramai membahas praktik “mendidik” anak yang dianggap kelewat nakal dengan cara dibawa ke barak militer. Ya, benar, barak militer—tempat para prajurit ditempa menjadi baja, bukan tempat anak-anak belajar membaca perasaan.

Di satu sisi, ini tampak seperti solusi cepat: anak yang susah diatur langsung “dikirim” ke lingkungan disiplin tinggi agar jera. Tapi di sisi lain, muncul pertanyaan besar: apakah itu bentuk pengasuhan yang bijak, atau sekadar pelarian dari keputusasaan orang tua?

Nakal Bukan Kriminal

Pertama, mari luruskan istilah. "Nakal" dalam konteks anak-anak tidak bisa disamakan dengan perilaku kriminal. Anak memanjat pagar, mencoret tembok, melawan saat disuruh belajar, bukan berarti dia pembangkang tingkat nasional. Ia sedang bertumbuh—dan semua yang bertumbuh kadang tumbuh ke arah yang salah dulu.

Sayangnya, dalam budaya kita, kesabaran sering kali dikalahkan oleh ekspektasi sosial. Orang tua dituntut “berhasil” mendidik anak yang patuh, sopan, rajin, dan hafal Pancasila sejak TK. Begitu anak menunjukkan gelagat “tak sesuai,” panik pun muncul. “Anak tetangga nurut kok, kenapa kamu enggak?”—begitu kata-kata klasik meluncur.

Mengapa Barak Militer?

Gagasan membawa anak ke barak militer bukan baru-baru ini saja. Sudah lama mitos ini hidup: disiplin keras akan meluruskan anak bandel. Beberapa orang tua bahkan merasa ini bentuk cinta—“daripada nanti masuk penjara, mending sekarang dikerasin.”

Tapi, mari realistis. Barak militer bukan sekolah karakter. Para tentara tidak dilatih untuk memahami psikologi anak usia dini. Menerapkan pola “keras-keras-lurus” bisa membuahkan hasil sebaliknya: anak jadi trauma, tertutup, bahkan menyimpan dendam. Bukannya disiplin, yang muncul malah kepatuhan semu karena takut.

Psikologi Anak Bukan Target Operasi Militer

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun