Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tata Cara Mencatatkan Perkawinan Bagian 1

29 Januari 2023   13:07 Diperbarui: 29 Januari 2023   13:14 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
UU No 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2) tentang keharusan pencatatan perkawinan (sumber gambar : Hamim Thohari Majdi)

Hal yang demikian itu bisa menjadikan kesejahteraan petugas pencatat nikah tidak terjamin, sehingga diduga bisa terjadi penentuan tarif dari petugas pencatat sesuai dengan kehendaknya, dan hal inilah dipandang menurunkan harkat martabat pegawai pencatatnya.

UU NO 22  TAHUN 1946 TERTIB ADMINISTRASI DAN BIAYA

Seperti semangat lahirnya Undang-Undang ini yaitu mewujudkan layanan yang sama dan besaran biaya yang sama seluruh Indonesia, maka awal yang ditata adalah hadirnya pegawai pencatat nikah yang pengangkatannya oleh Menteri Agama.

gambar-2023-01-29-100702325-63d5e2e94addee2642468c72.png
gambar-2023-01-29-100702325-63d5e2e94addee2642468c72.png
Begitu halnya pembiayaan pencatatan Perkawinan besarannya ditentukan oleh Menteri Agama, sedang bagi yang tidak mampu bebas dari bea atau gratis. Sehingga dapat dipastikan semua warga negara bisa mencatatkan perkawinannya dan tidak ada alasan faktor biaya.

UU 22 TAHUN 1946 Pasal 1 ayat (4) tentang penetapan biaya Pencatatan Perkawinan ( sumber gambar : Hamim Thohari Majdi ) 
UU 22 TAHUN 1946 Pasal 1 ayat (4) tentang penetapan biaya Pencatatan Perkawinan ( sumber gambar : Hamim Thohari Majdi ) 

Di saat Undang-Undang ini dibuat sudah mengantisipasi adanya kemungkinan penyalah gunaan biaya pencatatan, maka lanjutan dalam pasal 1 ayat (4) UU 22 Tahun 1946 memerintahkan untuk menyetor biaya ke kas negara. 

Meski belum sepenuhnya Undang-Undang ini dilaksanakan karena faktor geografis atau ketersediaan lembaga perbankan untuk penyetoran ke kas negara, setidaknya sebagian sudah diberlakukan dan mematuhi apa yang telah menjadi ketentuan. Sehingga secara perlahan-lahan peristiwa perkawinan dicatat dalam buku regester atau Akta nikah di Kantor Urusan Agama Islam (KUA).

Dari sini juga institusi Kantor Urusan Agama (KUA)  Kecamatan mulai ada. Kalau masih terlihat tulisan  Balai Nikah di Kantor Urusan Agama  (KUA) kecamatan, itu artinya bahwa di masa lalu tugas utama KUA memang tempat pencatatan nikah, sehingga terkenal kalau orang datang ke KUA dapat dipastikan mengurusi perkawinan. Untuk Tugas dan fungsi KUA di masa kini akan ada artikel lain.

SEMENTARA BERLAKU JAWA DAN MADURA

Meski cakupan Undang-Undang ini hendak mencakup seluruh wilayah nusantara, namun karena kadaan yang belum memungkinkan, sehingga hanya diberlakukan di Jawa dan Madura.

UU 22 Tahun 1946 Pasal 6 memuat tentang berlaku di jawa dan Madura ( sumber gambar : Hamim Thohari Majdi )
UU 22 Tahun 1946 Pasal 6 memuat tentang berlaku di jawa dan Madura ( sumber gambar : Hamim Thohari Majdi )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun