Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tatapan Cicak yang Ingin Tahu

25 Juni 2019   15:47 Diperbarui: 25 Juni 2019   17:26 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Cicak itu bertengger di sebelah sana. Di sudut kiri plafon rumah makan ini. Tak bergeming. Matanya menatap mataku dengan tajam. Seakan menembus mataku, meneropong isi hatiku. 

Aku duduk dengan lesu. Menunggu kehadiranmu yang entah sudah keberapa kali terlambat. Dua lilin putih sudah menyala di hadapan, tinggal menunggu kedatanganmu yang entah kapan terwujud. Kursi melompong di hadapan, hanya diduduki angin seliweran saja adanya.

Cicak itu tetap menatapku dengan tatapan yang itu-itu saja. Tak bergerak seperti patung. Seperti Malin Kundang yang menjadi patung karena murtad pada ibunya. 

Aku melirik ke Rolex di pergelangan tangan kiriku. Sudah jam delapan. Setengah jam berlalu dari perjanjian kita. Entah apa yang menghalangimu kali ini sehingga tak bisa datang tepat waktu pada kencan kita yang kesekian.

Pesan WA, Line, FB Messenger, sampai Video Call pun sudah kulakukan. Namun kau tak membalas pesan dan tak juga mengangkat telepon. 

Ini di luar kebiasaan. Biasanya kau selalu beralasan, "Maaf, Mas. Motor Macet," atau "Lembur di kantor, Mas," atau "Aku baru pulang, Mas. Aku mandi dulu ya," atau atau yang lain.

Namun kali ini berbeda, kau tak mengabarkan apa-apa, dan aku tetap menunggumu di sini tanpa kejelasan apakah kau akan datang atau tidak. 

Padahal, aku sudah menyiapkan sesuatu yang istimewa, karena ini hari jadi kita yang ketiga, sudah tiga tahun kita berhubungan, tentu saja patut dirayakan.

Namun ini bukan seperti perayaan tahun pertama dan kedua, yang sekadar makan malam biasa ditemani candle light temaram dan dihadiri oleh cahaya bintang-bintang di langit yang menambah romantis suasana.

Aku sudah menyiapkan sesuatu yang istimewa. Kotak kecil berwarna merah dengan cincin emas yang bertatahkan berlian. Aku ingin melamarmu malam ini, menaikkan hubungan kita ke level yang lebih tinggi. 

Aku tak sabar untuk mengucapkan, "I love you. Will you marry me?", kata-kata yang entah berapa kali kulatih di depan cermin, entah berapa lama, sampai tenggorokanku sakit, dan kakak perempuanku menyumpal telinganya dengan headphone segede gaban karena sudah bosan mendengar dua kalimat klise yang biasa diucapkan oleh pemain film Amerika. 

Kotak berisi cincin ini sudah siap berpindah tangan disertai dengan kalimat yang sudah dipersiapkan dengan matang. Namun sang pujaan tetap tak kunjung datang dan aku pun terlongong-longong seperti orang kalah taruhan. 

Si cicak tetap menatapku dengan pandangannya yang itu-itu lagi. Seandainya kau burung merpati, aku ingin kau terbang mendatangi kekasihku dan bertanya kepadanya kenapa kau tak datang malam ini. 

Cicak itu tetap menatapku dengan tatapan membeku. Seakan mengajariku untuk sabar menanti pujaan. Jarum jam sebentar lagi menunjukkan pukul sepuluh. Biarlah aku menanti kekasih, sembari mengisi waktu bertatapan dengan sang cicak. 

Aku menantimu, kekasih. Cicak sedang menemaniku. Bertatapan bersama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun