Mohon tunggu...
Halimah
Halimah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Gelap dalam Gemerlap

24 Juli 2025   21:50 Diperbarui: 24 Juli 2025   21:50 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Malam ini, sekitar pukul sepuluh aku berjalan pulang menuju kerumah sambil sesekali mataku melirik kanan kiri memastikan bahwa aku benar-benar aman. Belum jauh kiranya langkah kaki ini melangkah. Namun, pelan aku mendengar suara 'Kruk...Kruk...Duk...Duk.. membeku sebentar badanku mendengarnya, sambil tengok kanan-kiri kiri aku merapal dalam hati 'duh...amit Mbah, putune sampean mung numpang lewat, ampun diganggu nggeh' meski sudah merapalkan mantra yang kata orang Jawa ampuh agar tidak di ganggu makhluk halus saat jalan sendirian, tapi sepertinya itu tidak berlaku buat ku. Karena semakin aku mempercepat langkahku semakin jelas pula suara itu menyamaiku. Brr... rasanya merinding sekali badanku, ingin aku berlari secepat yang ku bisa tapi rasanya kakiku berat sekali. 

Aku melangkah dengan mawas, sambil ku beranikan diri untuk melihat kanan-kiri, barangkali suara itu hanya berasal dari semak-semak yang tertiup angin. Bukannya semakin tenang aku malah semakin takut dan rasanya seperti ingin pingsan. 

'waduh gimana ini, tumben banget sih jalannya sepi, biasanya masih banyak yang jualan.' ucapku dalam hati.

'Oke, dalam hitungan ke-tiga ayo kita lari. Satu...dua...ti...' belum selesai aku merapalkan kata tiga dalam hatiku. 

Tiba-tiba... sebuah tangan dingin muncul dari sisi sebelah kanan dan menghadang jalanku. Aku yang terkejut setengah mati otomatis berteriak kencang.

'Aaaaaa.....ibuk... ibuk....ampun..ampun jangan ikuti aku'

Rupanya setelah aku berteriak tangan itupun masih belum hilang dan kini justru sedang memegang lengan ku, sambil berkata,

"Dek, jangan takut, kakek cuma pingin minta sedekah seikhlasnya dek...kakek belum makan dari kemarin malam." Ucapnya dengan suara yang begitu lemah.

Aku masih belum percaya kalau itu adalah sosok manusia, karena yang kulihat adalah sebuah tubuh kering yang mungkin hanya tertinggal sedikit daging ditubuhnya yang hanya berbalutkan selembar kaos yang lusuh dan tipis. Tapi sekali lagi mataku mengerjap, ternyata memang benar kakek ini adalah seorang manusia yang sedang kelaparan dan menunggu uluran tangan dari orang-orang yang dermawan.

Ku ulurkan semua jajanan yang tadi ku beli dan seharusnya menemaniku untuk mengerjakan deadline. Hanya sekantong jajan yang kuberi, namun kakek itu tiada hentinya mengucapkan terimakasih dan melangit kan doa terbaiknya untukku.

Aku pulang dengan tangan yang kosong dan hati yang teriris pilu. Bagaimana bisa, ditengah gemerlapnya kota yang megah, negara yang kaya, dan sebuah kepemimpinan yang katanya menjanjikan kesejahteraan. Masih luput dari pandangan, seseorang yang seharusnya juga berhak hidup yang nyaman ditengah kayanya negeri ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun