Kenapa?
Bukan karena siapa yang lebih dekat. Bukan karena isi ajakannya. Tapi karena cara berkomunikasi. Si A datang dengan gaya to the point, mungkin terkesan buru-buru dan terlalu serius. Si B datang dengan senyum, pembuka yang ringan, dan bahasa yang menyesuaikan.
Kadang, yang kita sampaikan tidak sekuat cara kita menyampaikannya. Di sini saya melihat, komunikasi adalah seni.
Komunikasi Bukan Hanya Lisan
Komunikasi bukan hanya soal lisan. Bahasa tubuh, ekspresi wajah, pilihan waktu, bahkan diam pun bisa jadi cara berkomunikasi. Seorang anak bisa tahu ayahnya marah bukan karena ayahnya berkata "Saya marah", tapi dari cara sang ayah diam, cara berjalan, cara menatap, dan nada suara yang berubah.
Begitu pula dalam hubungan pertemanan, keluarga, hingga relasi kerja. Kadang orang tidak butuh jawaban panjang, hanya butuh tatapan mata yang hangat atau ekspresi mendengar yang tulus dan serius.
Banyak Cara Menyampaikan, Banyak Cara Ditangkap
Komunikasi juga soal timing. Di waktu yang sama, satu pesan bisa diterima berbeda tergantung siapa yang menyampaikan dan bagaimana situasinya. Misalnya, saat seseorang sedang sedih, kita ingin memberi semangat. Tapi alih-alih merasa terhibur, dia bisa merasa tidak dimengerti jika cara kita menyampaikan terlalu ceria atau bahkan menggampangkan kesulitannya.
"Kamu kenapa menangis? Sudahlah, jangan nangis lagi. Cuma masalah sepele kok ditangisi."
Kalau kita yang nangis digituin kira-kira gimana?
Di sinilah seni membaca situasi berperan. Sama seperti memasak: bahan boleh sama, tapi takaran, waktu masak, dan cara menyajikannya akan memengaruhi rasa.
Komunikasi adalah Jalan Dua Arah
Satu hal penting: komunikasi bukan cuma soal pintar bicara. Tapi juga mau dan mampu mendengar.