Kala musim kopi tiba dan bunga-bunga putih bermekaran di kebun. Petani kopi di Kabupaten Way Kanan Lampung, menyimpan harapan besar.Â
Hamparan kebun yang semula hijau kini dihiasi kuntum bunga yang semerbak, seolah menjadi tanda dimulainya siklus baru.Â
Namun di balik keindahan itu terselip rasa cemas, akankah bunga ini bertahan, berubah menjadi buah, lalu menghasilkan panen yang mampu menghidupi keluarga mereka?
Bagi petani kopi, fase berbunga merupakan momen paling krusial. Keberhasilan bunga untuk bertahan dan berkembang menjadi bakal buah sangat dipengaruhi banyak faktor.
Mulai dari curah hujan, ketersediaan sinar matahari, kondisi tanah, hingga serangan hama dan penyakit.Â
Jika bunga rontok sebelum waktunya, harapan panen pun bisa pupus. Karena itu, setiap kuntum bunga seolah mewakili doa dan kerja keras petani yang saban hari merawat kebun mereka.
Kopi adalah nadi ekonomi di Way Kanan
Di Way Kanan, kopi bukan sekadar tanaman komoditas. Ia adalah nadi ekonomi rumah tangga.
Kopi adalah sumber biaya sekolah anak, hingga tabungan darurat ketika kebutuhan mendesak datang.Â
Tak heran, ketika bunga bermekaran, hati petani dipenuhi campuran rasa syukur sekaligus kekhawatiran.Â
Mereka tahu, perjalanan dari bunga menuju panen masih panjang dan penuh tantangan.
Hujan yang datang terlalu deras bisa menyebabkan bunga rontok, sementara kekeringan berkepanjangan membuat tanaman lemah.
Begitu pula serangan hama penggerek buah atau penyakit karat daun yang kerap muncul tiba-tiba. Situasi ini membuat petani harus ekstra waspada.Â
Beberapa memilih melakukan pemangkasan ringan untuk menjaga sirkulasi udara.Â
Ada pula yang memberikan pupuk tambahan agar pohon kopi lebih kuat menopang bunga dan calon buahnya.
Namun, faktor eksternal bukan satu-satunya kegelisahan. Petani Way Kanan juga harus memikirkan harga jual kopi yang sering kali fluktuatif.Â
Meski panen berhasil, belum tentu mereka mendapatkan keuntungan maksimal.Â
Jika harga jatuh di pasaran, hasil panen yang melimpah bisa jadi hanya cukup untuk menutup biaya produksi.Â
Oleh karena itu, harapan petani tak hanya tertuju pada bunga yang bertahan, tapi juga pada stabilitas harga yang menguntungkan.
Meski begitu, optimisme tetap menjadi bahan bakar utama. Setiap musim berbunga adalah awal baru yang menghadirkan peluang.
Petani percaya bahwa dengan kerja keras, doa, dan sedikit keberuntungan, bunga yang mekar akan berubah menjadi biji kopi berkualitas.Â
Apalagi kopi Way Kanan sudah dikenal memiliki cita rasa khas yang diminati pasar.Â
Hal ini menjadi motivasi tambahan bagi petani untuk terus merawat kebun dengan penuh dedikasi.
Di beberapa daerah, momen berbunga juga menjadi waktu bagi keluarga petani untuk berkumpul dan berbincang tentang masa depan.Â
Mereka menghitung perkiraan hasil, membicarakan rencana penggunaan uang panen, hingga menata strategi jika harga tidak sesuai harapan.Â
Dengan begitu, bunga kopi bukan hanya simbol harapan individu, melainkan juga sumber semangat kolektif bagi komunitas petani.
Beberapa petani muda bahkan mulai mengadopsi cara baru dalam merawat kebun.
Diantaranya menggunakan pupuk organik, teknik irigasi sederhana, hingga mencoba diversifikasi tanaman pendamping untuk menjaga kesuburan tanah.Â
Semua ini dilakukan agar bunga kopi bisa bertahan dan menghasilkan buah yang lebih berkualitas. Mereka sadar, tanpa inovasi, harapan bisa berubah menjadi kekecewaan.
Setiap bunga kopi yang mekar di Way Kanan adalah lambang perjuangan.Â
Ia mengingatkan bahwa di balik secangkir kopi yang kita nikmati, ada kerja keras petani yang menanti hasil dengan sabar.Â
Harapan mereka sederhana: bunga bertahan, buah tumbuh, panen melimpah, harga stabil, dan kehidupan keluarga menjadi lebih baik.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI