Mohon tunggu...
Grant Gloria Kesuma
Grant Gloria Kesuma Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Mari menulis!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Manusia-manusia Plastik

19 Juli 2020   22:04 Diperbarui: 19 Juli 2020   22:27 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia memang cepat berubah. Zaman dahulu, orang-orang membungkus sesuatu menggunakan kertas, membawa sesuatu dengan kain. Plastik sudah ada tapi tak banyak. Lingkungan masih bersih. Tapi sekarang? Plastik di mana-mana... Termasuk juga di sini.

Aku dan ibuku mendapat undangan untuk hadir di pertemuan orangtua dan siswa. Undangan itu bertempat di sebuah gedung besar yang ada di pusat kota. Banyak orang yang datang ke sana. Sebagian besar kukenal. Tapi semua sibuk dengan urusan masing-masing.

Saat tiba di sana, acaranya tidak begitu jelas. Yang pasti, aku dan ibuku dipersilakan duduk di ruang tamu. Iya, ruang tamu. Gedung yang besar itu mirip rumah. Ada ruang tamunya dan beberapa ruang lain. Kurasa ruang tamunya sangat banyak. Orang-orang tidak berkumpul di satu tempat. Mereka berpencar di beberapa ruangan.

Aku dan ibuku duduk di sebuah ruang tamu. Seseorang datang membawa nampan berisi makanan dan minuman. Lalu ia meletakkan makanan dan minuman itu di meja. Aku memperhatikan hidangan yang disediakan. Ada es teh dan beberapa piring makanan. Kue-kue, pizza, roti, hamburger... Banyak sekali sampai meja tamu penuh.

"Silakan dimakan," kata seseorang. Aku tak tahu siapa orang itu. Dia seorang pemuda. Mungkin usianya 30 tahunan. Orangnya nampak ramah.

Aku dan ibuku meraih gelas berisi es teh. Sambil minum, aku memperhatikan makanan-makanan yang ada di atas meja. Makanan-makanan itu tampak menarik. Tapi agak aneh karena warnanya mengkilat. 

Si pemuda sepertinya mengetahui isi pikiranku. Ia berkata, "Kenapa? Makanannya aneh?"

"Eh, iya," jawabku.

"Ini adalah makanan kita. Saat ini, ini semua adalah yang kita makan. Kenapa merasa aneh dengan makanan plastik ini?" kata si pemuda.

Apa?? Plastik?? Jadi, makanan-makanan yang ada di meja ini semuanya adalah plastik??

Pemuda itu sepertinya peramal. Ia tahu apa yang kupikirkan.

"Kalian... Masih manusia biasa. Kalian bukan manusia plastik. Rata-rata di dunia ini semuaya adalah manusia plastik. Lihat ini!" kata si pemuda sambil menunjukkan lengannya. Saat itu aku menyadari bahwa orang yang sedari tadi berbicara denganku adalah plastik. Bukan manusia sepertiku.

Aku dan ibuku terkejut. Kami langsung melarikan diri dari tempat itu. Namun, saat kami keluar dari ruang tamu tersebut, di hadapan kami terbentang lorong yang panjang. Kami berlari. Masuk ke satu lorong dan keluar di lorong lainnya. Tak berujung. Kami tak bisa keluar dari gedung aneh tersebut.

Saat sedang kebingungan, tiba-tiba aku merasa ingin buang air kecil. Aku berkata pada ibuku bahwa aku ingin ke toilet. Kami terus berjalan hingga akhirnya menemukan tanda gambar perempuan seperti yang ada di toilet mal. Ibuku bilang ia akan menunggu di luar.

Aku masuk ke dalam toilet tersebut. Namun lagi-lagi aku menemukan keanehan. Tidak ada bilik-bilik tempat buang air. Yang ada hanyalah deretan kran air. Kran airnya ada yang terbuka sehingga airnya mengalir. Melihat keanehan itu, aku cepat-cepat keluar dari situ.

Di luar, ibuku masih menungguku. Ia kembali mengajakku mencari jalan keluar dari gedung tersebut. Kami pun melanjutkan perjalanan kami di lorong tak berujung.

Akhirnya kami pun dapat keluar dari gedung tersebut. Di luar, rupanya hari sudah malam. Lampu-lampu jalan dan lampu-lampu dari bangunan-bangunan pencakar langit berkelap-kelip. Gelap tapi terang.

Kami akan meneruskan perjalanan kami kembali ke rumah. Tapi kaki ini terasa berat. Dan jalan yang kami lalui sepertinya makin lama makin menanjak. Kulihat ibuku sudah kelelahan. Jadi aku ajak ibuku untuk duduk sebentar beristirahat. 

"Ah, kalian di sini rupanya!" Tiba-tiba suara seseorang mengejutkan kami. Aku menoleh ke arah datangnya suara. Orang itu... sepertinya aku kenal. Tapi aku tidak ingat namanya.

"Kalian tahu kenapa kalian lelah?" tanya orang itu. Namun tak satupun dari kami menjawab pertanyaannya.

"Itu karena satu ginjal kalian telah ditukar menjadi ginjal plastik. Tentu saja kalian tidak ingat. Satu ginjal kalian, ada di dalam gedung sana. Masuklah kembali ke sana jika kalian tidak ingin berubah menjadi manusia plastik!" kata orang itu.

Aku dan ibuku saling berpandangan. Jadi... kami akan berubah menjadi manusia plastik jika tidak menemukan di mana ginjal kami yang diambil orang tanpa sepengetahuan kami??

Oh, tidak! Ini sangat buruk! Aku merasa kesal! Aku marah! Aku juga sedih! Tapi aku tak dapat mengatakan apa-apa. Mulutku bungkam. Aku hanya berlari dan terus berlari. Aku masuk kembali ke gedung aneh itu. Berlari dan mencari ke sana ke mari. Bagaimana bisa mereka mengambil ginjal kami? Aku tak merasakan sakit. Aku tak merasa ada yang aneh dengan diriku. Aku tak mau berubah jadi manusia plastik!!

Aku terus berlari di dalam lorong-lorong yang sepi. Tak ada siapapun di sana. Sama seperti saat aku dan ibuku berlari mencari jalan keluar tadi. Lalu terlintas gambaran tentang orang yang memegang segenggam ginjal. Ginjal-ginjal yang bergelantungan di tangannya... Yang manakah milikku dan ibuku? Pizza plastik. Kue-kue plastik. Makanan plastik. Lalu... manusia-manusia plastik. Akan jadi apakah dunia ini? Semua terbuat dari plastik! Mengerikan! Aaaaggghhh!!! Tidaaaakkk!!!

Brakk!!

Aku terbangun. Ah... cuma mimpi. Aku masih manusia. Bukan manusia plastik.

Tapi... mimpi tadi benar-benar terasa nyata. 

dok. kompal
dok. kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun