Semut kecil masih terus berjalan. Semangatnya berkurang, terlebih saat mentari sudah menyengat sinarnya. Dan sang Pengemis berjalan gontai, menyusuri trotoar. Semut mencari makan, Pengemis mencari rejeki untuk makan. Keduanya berjalan ke arah yang sama. Di sebuah tong sampah berwarna merah menyala.
"Akhirnya...siapa tahu ada rejeki disini" ucap Pengemis.
"Akhirnya...banyak potongan roti disini" ucap Semut.
Tempat, benda yang dicari, bahkan ucapan merekapun sama. Pengemis duduk bersandar ditiang, perutnya berbunyi nyaring. Siang telah berganti sore, belum ada sesuap nasi yang bisa ia rasakan. Tatapannya sayu, melihat tong sampah. Seharusnya ia sudah menikmati sepiring nasi, tak apa hanya dibumbui kecap.
Tatapannya tertuju pada sebuah kotak nasi. Sama seperti tatapan Semut yang sedaritadi masih merasa kekurangan atas yang ia dapat. Belum juga kaki-kaki kecil Semut sampai di kotak nasi tersebut. Tangan kotor berselimut debu milik Pengemis sudah mengambilnya.
"Tidaaak, jangan diambil, itu jatahku!" teriak Semut sekeras mungkin.
Ia mondar-mandir, mencoba mencari cara untuk mendapatkan kotak nasinya kembali.
"Haaah, manusiaaa, kamu tidak seharusnya memakan isi dalam kotak nasi ituuu"
Semut masih menggerutu. Sementara, Pengemis matanya berbinar senang. Ia mendapati sekotak nasi yang masih ada lauknya. Meski ia tak pernah tau, sudah berapa lama kotak nasi itu berada di dekat tong sampah ini. Ia hanya yakin, bahwa ia pantas mendapatkannya. Sebab, kotak nasi itu bukan terbuat dari bungkusan, melainkan kotak plastik, dan tertutup rapat.
*endus-endus
Hidungnya mulai bekerja, mencium aroma kalau saja basi. Pengemis masih asik menikmati kotak nasi, Semut pun masih asik berdiam memperhatikan. Jika Semut mau ia pasti sudah menghampiri Pengemis, lalu mengigit bagian tubuh Pengemis agar ia berhenti menikmati kotak nasi. Sayangnya, Semut lebih tertarik memperhatikan gerik manusia kelaparan.