Mohon tunggu...
Gilang
Gilang Mohon Tunggu... Joki Skripsi

Joki yg pernah ga dibayar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bait-bait Metafora

4 Mei 2014   16:58 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:53 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tak tahu, aku hanya tahu ini sudah berlalu

bahkan aku tak sempat menitip salam padamu

karena ke engganan waktu.

Satu hari aku terbangun dengan rasa pilu

menyesakkan dada dan mengguncang kalbu

semuanya lenyap bahkan tak sisakan rindu

kini di matamu mungkin aku hanya nun mati dalam idgham billagunah

mungkin terlalu banyak metafora dalam satu cerita

aku hanya pribadi yang penuh hiperbola

hanya saja, aku tak dapat bertahan lebih lama

hingga ku dengar kabar angin yang membawa dirimu pada dirinya

Hanya sepuluh kaki ku perhatikan dirimu, melalui sudut sempit mataku

perlahan tanganmu tak bisa lepas dari Blackberry yang menggenggam jemari lentikmu.

Dalam hatiku, ada seseorang yang bertanya : "tidakkah kau cemburu?"

Aku tak tahu siapa yang bertanya, namun aku tahu untuk apa aku bertanya pada diriku

sebuah tamparan keras, tapi tak ada yang menampar

aku tak berhak untuk itu, untuk apapun tentangmu, pun atau sekedar cemburu

Dalam ruangan persegi, antara aku disisi kiri dan kau disisi kanan.

Mungkinkah ini rasanya ada Tembok Berlin diantara dua Jerman?

Kini aku hanya sebatang kaktus, ditengah padang tandus

Bisa saja aku bertahan hingga abad berhitung sampai seratus

bertahan tanpa status sebelumnya, hancurkan semua rasa yang tulus

namun apalah artinya, bila semua ternyata hanya fatamorgana

ku kira kau akan ada disana, terus disana.

sampai akhirnya...

Aku dibutakan terik matahari, yang fana terlihat nyata

Kini, pagi hari disini tak ubahnya seperti pagi di Normandia tanggal 6 Juni 1944

kau dan aku memang belum melihat dunia hari itu

tapi cobalah kau membaca, cobalah. Agar kau mengetahui apa yang terjadi

Hatiku masih menanti, meski aku sekarat dan hampir mati

Aku tak tahu apa yang akan terjadi dua belas jam setelahnya

saat bintang dan rembulan masih tetap bercengkrama

aku berkata dalam benakku, malam datang, pria lain pun datang

Tinggalkan semua kata selamat malam dalam bahasa Jerman

Aku berharap aku hidup dibelahan dunia yang lain,

agar aku tak perlu memecahkan kembali Perang Dingin

bahkan dunia pun hanya terlibat dua kali perang, dan satu kali terancam perang

sementara kita sudah empat kali perang. Mungkinkah kau masih membuka maaf untukku?

Masihkah kau duduk satu meja denganku, dengan sepotong daging bakar diatas hot plate?

Haruskah kita saling menandatangani perjanjian damai?

bukan sekedar gencatan senjata yang tak abadi.

Tapi satu hal yang kau harus tahu akan abadi, sesuatu dalam hati ini...



Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun