Di pelbagai pelosok negeri hanya ada tangisan demi tangisan rakyat
Sebuah Puisi Untuk Seorang Pria Yang Berbaju Abu-Abu
Puisi yang mengungkapkan tentang kepercayaan diri yang pupus
Sepi mengintai diriku, Sedih seakan tak pergi. Termenung dengan lesuEntah kapan berlalu semua ini
Sebuah perasaan yg dialami saat menulis di Kompasiana dengan hasil bukan pilihan
hanya kegalauan dimasa muda, masa yang begitu indah namun penuh dengan luka
Harus pupus di lautan pilu. Melepasmu dalam larik puisi.
Kusaksikan musim rindu tiada terpupuskan Terpupuskan jerat asmara tak terwujudkan
Adakalanya waktu adalah keindahan bagi kita, namun adakalanya waktu seperti melindas kita. Waktu selalu memiliki rencana. Ada hikmah dibalik semua.
Lastri ora ngiro pupus manten lanang kuwi pacare ora kuwowo nglanjurke nyanyine mbasan weruh pupus atine.
Hati terasa mati terkubur semua mimpi hilangkan rasa dalam sanubari angin malam singkirkan peduli terkubur dalam nurani singkap misteri sunyi
Kucumbui bayang mimpi yang tak bertepi Terpampang nyata gambar diri Sayang itu hanya mimpi Ingatanku terpatri
Kelopak bunga terakhir gugur diatas tanah tandus pada akhir bulan agustusPupus bersama asa yang kian hangus di terjang masaKumbang-kumbang hinggap dil
Senen malem salasa kamari, aya bewara ngalangkungan pangeras suwara ti masjid cakeut.
Di serindangmu yang indah mempesonaDalam buaian mahkota mekar sempurnaBukan menghiasi sebuah keraton megahHanya di atas pot berisi tanah nan basahNamu
Masih melekat di ingatanku,Segala kasih yang kau curahkanSenyum yang kau berikanDan segala gombalan dan rayuan yang kau tujukan kepadakuSorot mata itu
Kamu jangan pergi dulu, aku ingin memberikanmu sesuatuSebenarnya itulah yang ingin aku ungkapkan kepadamu, di suatu siang ketika kita berpisah, lalu m