Mohon tunggu...
Ghulam Mujadid
Ghulam Mujadid Mohon Tunggu... Masyarakat Umum Biasa Pecinta Literasi

Saya warga Indonesia biasa yang mencintai dunia tulis menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Note yang Tak Terbaca

16 Mei 2025   23:10 Diperbarui: 16 Mei 2025   23:08 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Tapi aku mencoba. Mencari. Dan mendalami setiap arti yang kakak beri pada tiap penggalan lirik kata, dan menyelami arti tiap makna yang bagiku seperti buram dan berkabut, karena aku seakan-akan tak sanggup dan belum terima akan apa yang kakak rasakan dan alami sehingga membuat kakak menjadi seperti ini, dan aku rasakan aku juga sangat kacau.

Bayu, teman band-nya, memberiku potongan melodi piano yang tak pernah dipakai. Rena, mantan pacarnya, menyerahkan secarik puisi yang dulu dibuat Kay untuknya. Aku menyusunnya. Menyambungkannya. Bahkan memimpikannya.

Dalam mimpi, Kay menatapku dari ujung panggung. Tersenyum, menunjuk satu not terakhir. Dan aku terbangun... dengan air mata.

Pentas seni di sekolah.Pada malam itu. Semua murid tampil dengan penuh semangat. Lalu giliranku.

Aku berdiri di atas panggung, menggenggam gitar tua Kay. Ibu duduk di belakang. Diam. Tak tahu apa yang akan kudendangkan.

"untuk kalian semua dan kita serta diriku sendiri, lagu ini ditulis oleh kakakku. Untuk dirinya. Untuk kita. Judulnya: Yang Tak Pernah Didengar."

Aku mulai menyanyikan lagu itu. Suara ini... bukan milikku sepenuhnya. Ini suara Kay, terdengar seperti getaran mistis suara dari pengharapan dan cinta Key merasuk dalam penampilanku di panggung. Ini luka yang ia simpan. Ini cinta yang tak sempat ia terima.

Beberapa orang mulai menitihkan air mata dan menangis seolah jiwa dan hati menyatu dengan isi lagu yang tertumpah dalam buaiyan nada dan lirik kata yang terdengar. Bahkan Ibu. Untuk pertama kalinya, aku melihat matanya basah bukan karena amarah, tapi penyesalan, sebuah penyesalan yang bagiku sudah terlambat, namun dari pada tidak menyadarinya sekalipun, tapi mengapa Key, engkau harus pergi dahulu untuk bisa didengar.

Beberapa hari kemudian, lagu itu direkam ulang. Kami unggah ke internet. Lagu itu viral. Banyak yang menulis komentar:


"Aku pernah merasa seperti Kay dan jujur aku seolah adalah dia."
"Terima kasih sudah menyuarakan rasa dan bahasa hati kami."

Dan untuk pertama kalinya, aku tahu---suara Kay sampai dan didengar khalayak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun