Pusat kota berada di sebelah barat benteng. Di sana berdiri deretan perkantoran dan fasilitas publik yang meliputi kantor residen, kantor pos, ruko, barak, bengkel, gereja, dan lain sebagainya.
Surabaya yang semula hanyalah kota dagang dan agraris bermetafora menjadi kota megalopolitan. Jelang akhir abad 19, menurut H.W. Dick dalam Surabaya, City of Work (2006), Surabaya bahkan lebih penting dibandingkan Batavia. Dikenal sebagai kota bandar gula terbesar ketiga dunia pada awal abad 20, Surabaya bisa disejajarkan dengan bandar internasional seperti Kalkuta, Singapura, Bangkok, dan Shanghai.
Tahun 1906, Surabaya ditasbihkan menjadi poros karesidenan di Jawa Timur. Sebagai karesidenan, ia membawahkan 6 kabupaten: Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Gresik, dan Lamongan.
Secara general, wilayah Surabaya terbagi menjadi tiga sublokasi. Menurut Septina Alrianingrum dalam "Kembang Jepun (Handelstraat) sebagai Pusat Ekonomi Etnis China di Surabaya Tahun 1906-1930" yang termuat di jurnal Avatara (2017), ketiga sublokasi tersebut terbagi lantaran bentangan Delta Kali Brantas yang membelah Kota Surabaya.
Nasution lebih detail menjelaskan distrik-distrik di Surabaya semasa pemerintahan kolonial itu. Ia merangkumnya dalam buku Ekonomi Surabaya Pada Masa Kolonial 1830-1930 (2006).
Misalnya, di bagian timur delta, wilayah Surabaya meliputi distrik Jabakota, Kota, dan Semeni. Karakteristik wilayah ini terbilang subur, dengan mayoritas berisikan lahan garapan agrikultura. Hanya Semeni yang karakteristik wilayahnya berawa, tak begitu diminati. Penduduknya sedikit dan lahannya tak produktif.
Kemudian untuk wilayah tengah delta, distrik-distrik dinamai Jenggala. Terdapat wilayah Jenggala I, II, III, dan IV.
Lantaran berada di tengah delta, wilayah ini sangat subur, dengan jalur irigasi dari Kali Brantas yang memadai. Karena itu, penduduknya padat dan mayoritas bekerja sebagai petani atau pedagang.
Selanjutnya di sebelah utara delta, mayoritas distriknya merupakan wilayah gundukan bekas rawa. Sekira abad ke-19, usai dibangun batas-batas antara sungai dan daratan, tanah yang semula lahan rawa menjadi produktif. Area distriknya mencakup Rawapulo, sekitar 45 km dari Sungai Porong.
Sejarah Surabaya Masa Kemerdekaan Indonesia 1945
Jelang keruntuhan pemerintahan Hindia Belanda, kondisi Kota Surabaya mendadak kacau. Kondisi tersebut merupakan akibat dari Perang Pasifik, saat Jepang menyerbu wilayah kekuasaan Eropa di Asia. Salah satunya Indonesia yang kala itu masih dikuasai Belanda.