Mohon tunggu...
Geovany SenoHermawan
Geovany SenoHermawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi, Universitas Airlangga

Mahasiswa Sosiologi, Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Matinya Seorang Pujangga

14 September 2022   23:10 Diperbarui: 3 Oktober 2022   21:10 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi buku puisi. (sumber: pixabay.com/oldiefan)

Dia merasa gembira saat pulang
Semuanya tidak seperti waktu lampau
Jiwa itu telah membuat petanya sendiri
berlayar menuju ruang yang tampak asing 

Dua tahun berlalu sejak dia berpakta
Jarak telah melenyapkan eksistensinya
Setiap malam, rindu datang menyapa
Tentang ingatanya di kedai waktu itu

Cita-cita dan cinta terkunci dalam pikiran
Tertutup oleh awan dikala hujan
Keadaan membuatnya memberontak
Untuk bebas dan berteriak

Pena tergoreskan diatas kertas
Pujangga itu menyelipkan rasa melalui kata-kata
Dia berteriak dengan nada paling senyap
Tak seorang pun mendengar kesedihanya

Bekas sayatan pena di kertas menjadi bukti
Tentang perasaannya yang tercabik-cabik
Tapi itu semua hilang ditelan bumi
sejak saat itu perasaannya telah mati 

Ribuan kata telah dia tulis
Tidak ada satupun yang menjadi puisi
Semuanya seperti omong kosong
Dia tidak lagi berpuisi

Matanya tak lagi menyala
Seperti semua kalimat indahnya
Pujangga itu merasa rapuh
Hingga semua wanita dianggapnya sama 

Batinnya sibuk mencari kosakata
Cintanya pada wanita itu sangat lama
Seperti kaum indie yang menyembah senja
Menunggu lama demi keindahan yang fana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun