Mohon tunggu...
gemintang
gemintang Mohon Tunggu... Arsitek - beri aku kertas dan pena, kan kulukis wajah dan kuceritakan kisahnya

mulai saja, sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Burung Kecil

21 Oktober 2020   00:46 Diperbarui: 21 Oktober 2020   13:19 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku, si Hitam dan Kuning memutuskan untuk menikmati hari-hari kami di sini, di Selatan ini, menghabiskan hari-hari di pinggir sungai, mematuk cacing kecil dan menelan pucuk rumput yang lembut. Tubuh kami kembali pulih, di bawah sinar bulan dan mentari bulu-bulu kami memantulkan kilap, cakar pun kembali kokoh. 

Si Hitam dan Kuning telah memaafkan perbuatanku sejak lama, kami berteman dekat sekali. Kami bahagia menikmati simponi tumbuh bersama menjadi burung betina dewasa yang jelita. Hari ini setelah berburu ranting-ranting kecil, si Hitam tampak cemas mendatangiku, sayapnya mengepak tak beraturan, wajahnya pucat.

"Ada apa?!" aku menunggu tak sabar

"Terbanglah ke Barat sejauh seratus meter, cepat!" pintanya. Perutku melilit, yang aku tau si Kuning sedang mencari cermai, apakah sesuatu yang buruk menimpanya?

Aku terbang melesat meninggalkan sarang baru di daun jendela, aku tak siap untuk berita buruk, jangan, oh ibu induk..

"Lihat! Kita punya pohon! Kita punya pohon!" si Kuning histeris. Ia menari-nari dengan sayapnya yang terentang, dari kejauhan ia memeluk batang-batang pohon muda yang berdiri sombong. Aku tak percaya. Pangeranku meninggalkan harta tak ternilai ini, mewariskannya pada kami, untuk masa depan. 

Aku berguling, membenamkan kepalaku dalam timbunan pasir dan menyeruduknya ke udara. Si Hitam menyusul dengan manuver meliuk-liuk di udara. Laku kami saling mendorong, terjerembab dalam gelak tawa dan merengkuh berpelukan di antara debu, kami merayakan hidup dan berterima kasih pada alam, cakrawala, dan daun-daun mungil itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun