Mohon tunggu...
gemintang
gemintang Mohon Tunggu... Arsitek - beri aku kertas dan pena, kan kulukis wajah dan kuceritakan kisahnya

mulai saja, sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Burung Kecil

21 Oktober 2020   00:46 Diperbarui: 21 Oktober 2020   13:19 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musim panas menjadi semakin panjang, sementara sayapku semakin lelah melayang-layang. Sangkarku yang terakhir ikut termakan si burung Elang, disangkanya aku masih terlalu kecil tak mampu sigap menghindari paruhnya dan memilih menyelamatkan diri. Dan disinilah aku sekarang, di bumi bagian Selatan yang tidak bersahabat, tandus dan tidak menjanjikan. Hah!

Sudah hampir dua pekan, terlunta-lunta aku mengharapkan sebatang pohon yang rindang, yang bisa memberiku ranting kuat untuk membangun sangkar yang nyaman, namun yang kutemukan hanyalah pohon tua yang kering, yang jangankan menampungku-menopang dirinyapun sudah pasti tak mampu.

Jauh disana, nanar kupandangi mentari sore yang kian meredup. Kuseka keringatku yang bercucuran, aku haus, mataku berkunang-kunang. Mungkin inilah detik-detik matiku. Oh ibu induk, aku takut. Dan brak!

"Jangan makan aku.." lirihnya saat mendarat. Setengah mati aku tersontak. Ia seperti sesuatu yang terbuang dari surga.

"Siapa yang akan memakanmu?" balasku masih setengah menganga

Burung aneh itu terdiam menatapku, namun mendadak tangisnya pecah tak terbendung, ia merengek, hampir saja aku tergiur untuk meminum air mata deras itu karena hausku yang sekarat.

"Kau datang darimana?" tanyanya di sela isakan.

"Timur, kau?"

"Barat" ia melihatku perlahan.

Wajahnya bukan hanya murung, tapi juga berduka. Lalu ia terdiam, aku penasaran.

"Apa yang terjadi? Siapa yang akan memakanmu?" selidikku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun