Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama featured

Kisah Yuli Supriati Perjuangkan Hak Layanan Kesehatan Masyarakat

9 November 2015   12:08 Diperbarui: 27 November 2017   16:29 8169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ibu Muslimah yang kasusnya turut diadvokasi Yuli Supriati. | Foto: FB Yuli Supriati)

DKR berasaskan Pancasila dan didirikan dengan tujuan untuk: Pertama, Memastikan pendirian desa-desa siaga. Kedua, Memastikan ada upaya-upaya untuk mewujudkan Indonesia sehat dan sejahtera. Ketiga, Memastikan rakyat mendapat akses pelayanan kesehatan yang layak. Keempat, Memastikan masyarakat untuk menjalankan pola hidup sehat dan bersih.

Geregetandan Saran untuk BPJS Kesehatan

Kasus-kasus yang mengindikasikan seolah-olah ada penolakan rumah sakit terhadap pasien pemegang Kartu BPJS Kesehatan sudah banyak ditemukan Yuli di lapangan. Alasan paling klasik adalah, karena ruang ICU maupun ruang perawatan sudah terisi penuh, tidak ada peralatan medisnya, dan sebagainya.

“Dari sisi penyelenggara BPJS Kesehatan, mereka jelas tidak mau disalahkan. Mereka berdalih bahwa di lapangan, tidak mungkin terjadi praktik penolakan pihak rumah sakit terhadap pasien pemegang Kartu BPJS. Saya sampai geregetan mendengarnya, dan kepada mereka sempat saya katakan, penyelenggara BPJS boleh mengatakan bahwa mereka sudah menugaskan customer service dan membuka call center di rumah sakit-rumah sakit. Tapi, adanya dimana? Customer service BPJS Kesehatan itu letaknya justru di pojokan yang sedikit terlihat orang. Maka itu, cobalah customer service BPJS Kesehatan itu mau berdiri atau duduk di UGD selama beberapa jam saja, pasti akan menemukan kasus-kasus yang mengindikasikan penolakan pasien pemegang Kartu BPJS. Tapi, tetap penyelenggara BPJS ini tidak mau percaya juga. Padahal, banyak data dan temuan yang membuktikan kebenaran penolakan-penolakan pasien. Saya punya banyak data kasus-kasus seperti itu, semua tersimpan dan komplit,” tutur Yuli ketika dihubungi melalui ponselnya pada 6 November, kemarin.

(Yuli Supriati ketika mengadvokasi pasien yang sudah 'ditolak' dua rumah sakit karena alasan ruang isolasi tak tersedia. Akhirnya, pasien berhasil mendapatkan kamar perawatan dan penanganan di RSUD Kota Tangerang. | Foto: FB Yuli Supriati)
(Yuli Supriati ketika mengadvokasi pasien yang sudah 'ditolak' dua rumah sakit karena alasan ruang isolasi tak tersedia. Akhirnya, pasien berhasil mendapatkan kamar perawatan dan penanganan di RSUD Kota Tangerang. | Foto: FB Yuli Supriati)
Beragam temuan di lapangan, membuat Yuli menyampaikan saran perbaikan kepada penyelenggara BPJS Kesehatan. Pertama, perbaiki layanan call center BPJS Kesehatan di rumah sakit-rumah sakit. “Saya menangkap kesan bahwa mereka cuma duduk manis. SDM mereka ini seperti kurang pembinaan. Seharusnya, SDM BPJS Kesehatan yang ditugaskan di rumah sakit dapat cepat tanggap untuk menangangi segala permasalahan yang muncul di lapangan. Kalah dengan call center perbankan yang selalu siaga 24 jam. Layanan BPJS Kesehatan itu mustinya sama dengan layanan UGD di rumah sakit yang buka 24 jam,” ujar alumni SMPN 12 Jakarta dan SMAN 82 Jakarta ini.

Di lapangan, ketika pasien dan keluarga pasien yang kebingungan karena tidak memperoleh layanan sesuai hak yang dimiliki sebagai peserta BPJS Kesehatan itu bertemu dengan DKR, maka kemudian muncul solusi sesuai prosedur. Tak salah kalau kemudian banyak yang berkata bahwa pasien dan keluarga pasien lebih membutuhkan kehadiran DKR di rumah sakit-rumah sakit ketimbang berurusan dengan petugas BPJS.

“Padahal kita tidak mau hal seperti ini terjadi. DKR ini bukan Superman yang bisa stand by setiap saat dan menyelesaikan semua urusan masalah layanan hak kesehatan. Hanya kebetulan saja, kami memiliki pengetahuan bagaimana menjalani prosedur memperoleh hak kesehatan, dan nomor kontak para direktur rumah sakit, termasuk instansi serta pejabat terkait,” tegas Yuli yang hobi touring sepeda motor ini.

(Dalam menunaikan tugasnya mengadvokasi hak layanan kesehatan masyarakat tak jarang Yuli harus bertugas ke beberapa rumah sakit dengan menumpang ambulance. Termasuk membawa jenazah di ambulance tersebut. | Foto: FB Yuli Supriati)
(Dalam menunaikan tugasnya mengadvokasi hak layanan kesehatan masyarakat tak jarang Yuli harus bertugas ke beberapa rumah sakit dengan menumpang ambulance. Termasuk membawa jenazah di ambulance tersebut. | Foto: FB Yuli Supriati)
Kedua, permudah dan percepat masyarakat membuat Kartu BPJS Kesehatan seperti dulu lagi. “Saat ini, di Cikokol, Tangerang umpamanya. Untuk membuat Kartu BPJS Kesehatan, antriannya bisa mencapai ribuan orang setiap harinya. Dan itu tidak boleh diwakilkan, meskipun sudah melampirkan Surat Kuasa dari yang bersangkutan. Padahal, kalau penyelenggara BPJS dapat mempermudah pembuatan Kartu BPJS Kesehatan, misalnya dengan cara Online dan datang langsung ke loket, maka yang menarik keuntungan adalah BPJS juga. Karena, iuran dari warga masyarakat akan segera terhimpun,” tutur Yuli berapi-api.

Yuli sendiri pernah mengantongi Surat Kuasa pembuatan Kartu BPJS Kesehatan milik seorang warga yang dalam kondisi kesusahan. “Meski sudah berbekal Surat Kuasa saya tetap tidak dilayani. Padahal, di kantin kantor pelayanan pembuatan Kartu BPJS di Cikokol itu, calo-calo banyak sekali. Mereka bekerjasama dengan ‘orang dalam’. Karena saya berhubungan dengan kondisi darurat kesehatan seorang warga, sekaligus ingin menemukan fakta tentang praktik percaloan pembuatan Kartu BPJS Kesehatan, maka saya ladeni salah seorang calo. Tarif calo Rp 350.000 untuk yang dua minggu jadi atau Kartu BPJS aktif. Si calo akan ngantongin Rp 100.000, dan untuk ‘orang dalam’ Rp 250.000. Begitu pengakuan si calo. Praktik percaloan seperti begini sudah saya simpan dalam catatan kerja saya,” ujar Yuli yang mengaku baru sekitar enam bulan bergabung dengan DKR Provinsi Banten.

Ketiga, kembali lagi ke prasarana rumah sakit yang belum mencukupi untuk melayani masyarakat pemegang Kartu BPJS Kesehatan. “Secara grafik, jumlah peserta BPJS Kesehatan mengalami kenaikan. Tapi, untuk jumlah dokter, fasilitas kesehatan dan rumah sakit, perkembangannya justru datar atau tidak bertambah. Grafik yang seperti ini jelas tidak seimbang. Bisa dibilang, masyarakat diminta untuk wajib mengurus kepemilikan Kartu BPJS Kesehatan, tapi nyatanya pelayanan belum mampu memenuhi. Ya, kalau cuma untuk ngobati penyakit kepala pusing saja sih, BPJS Kesehatan siap. Tapi coba tengok di area Tangerang. Untuk berobat ke Poli Jantung saja, antrian peserta BPJS Kesehatan bisa sampai satu bulan. Lha, terus bagaimana kalau pasien harus menjalani operasi Jantung yang perlu penanganan segera?” kesal Yuli.

(Yuli Supriati ketika mengadvokasi dan mencarikan kamar rawat perawatan ke RSCM Jakarta untuk seorang bayi, pada pertengahan Juni kemarin. | Foto: FB Yuli Supriati)
(Yuli Supriati ketika mengadvokasi dan mencarikan kamar rawat perawatan ke RSCM Jakarta untuk seorang bayi, pada pertengahan Juni kemarin. | Foto: FB Yuli Supriati)
Keempat, memperbaiki prosedur rumah sakit rujukan yang harus berjenjang dan cenderung memunculkan kesan ‘lempar-lemparan’. “Peraturan baru mengharuskan peserta BPJS Kesehatan untuk berobat dulu ke Puskesmas, lalu dirujuk ke rumah sakit tipe C, yang kalau kemudian tidak terlayani barulah dirujuk ke rumah sakit tipe B. Kalau masih tidak dapat tertangani juga barulah ke rumah sakit tipe A. Semua birokrasi begini bagus, tapi asal semua rumah sakit, baik tipe C, B, dan A sudah siap. Kalau tidak siap, pasien akan dirujuk ke rumah sakit tipe C, lalu ke B, kemudian baru ke A. Ini sangat melelahkan pasien dan keluarga pasien, selain memunculkan kesan rumah sakit saling ‘lempar-lemparan’ pasien BPJS,” ketus Yuli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun