Mohon tunggu...
galuhnurul
galuhnurul Mohon Tunggu... Mahasiswa

Literasi,Seni, Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tugas Review Buku

9 Oktober 2025   08:04 Diperbarui: 9 Oktober 2025   08:04 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada subbagian tentang surat gugatan, penulis menghadirkan pembahasan menyeluruh mengenai format penyusunan gugatan, mulai dari identitas para pihak, uraian posita (fakta dan alasan hukum perkara), hingga rumusan petitum (tuntutan yang dimintakan kepada majelis hakim). Bab ini menggarisbawahi pentingnya redaksi yang jelas, sistematis, dan sesuai aturan hukum acara demi menghindari cacat formil yang dapat berujung pada penolakan gugatan.

Ketentuan gugatan dibahas secara eksplisit, meliputi syarat formal dan materiil, serta aspek normatif yang wajib diperhatikan oleh para pencari keadilan dan kuasa hukum, seperti kejelasan objek gugatan dan dasar hukum yang relevan. Dalam konteks inilah bab ini banyak memberikan contoh kasus nyata — seperti gugatan cerai talak, cerai gugat, permohonan dispensasi kawin, hak asuh anak, serta pembagian harta bersama pasca perceraian. Narasi dalam bab ini disebutkan bahwa setiap perkara memerlukan pendekatan hukum yang tepat dan keterampilan doktrinal bagi pihak yang berperkara.

Subbagian tentang materi gugatan menjelaskan pentingnya argumentasi hukum, bukti-bukti, serta keterangan saksi untuk menguatkan dalil dalam gugatan. Penulis menyoroti bahwa materi gugatan adalah jantung perkara, karena dari sinilah hakim menilai ada tidaknya dasar hukum dan fakta yang valid untuk dimenangkan atau ditolak.Pokok gugatan dan permohonan kemudian diurai lebih jauh sebagai bentuk konkret tuntutan pencari keadilan, baik yang bersifat kontensius (pertentangan hak) maupun nonkontensius (administratif). Dalam permohonan, pembaca diajak untuk memahami prosedur isbat nikah, dispensasi nikah, dan permasalahan administrasi lain yang memerlukan penetapan resmi dari pengadilan.

Bagian penutup bab ini mendokumentasikan secara sistematis seluruh tahapan proses perkara: mulai pengajuan gugatan, pemeriksaan persidangan, pembuktian, hingga pembacaan putusan. Penulis menekankan pentingnya pengetahuan prosedural dan kewaspadaan terhadap kekeliruan, karena setiap tahapan mempengaruhi hak para pihak dan hasil akhir perkara.secara keseluruhan menghadirkan pembahasan mendalam dan ilustrasi nyata tentang proses beracara di Pengadilan Agama, memperkuat pemahaman teknis, argumentasi hukum, serta keterampilan praktis yang wajib dimiliki praktisi hukum dan masyarakat pencari keadilan

Bab TIiga:Prosedur Perkara di Pengadilan Agama.Bab ini menjelaskan bagaimana proses sebuah perkara berjalan di Pengadilan Agama, mulai dari tahap pengajuan gugatan hingga putusan akhir. Pengadilan Agama memiliki tata cara tersendiri yang berlandaskan hukum acara perdata, namun disesuaikan dengan konteks hukum Islam di Indonesia.

Sebuah perkara biasanya dimulai dengan pengajuan gugatan atau permohonan. Gugatan diajukan oleh seseorang yang merasa haknya dilanggar, seperti dalam perkara perceraian atau warisan. Sementara permohonan diajukan untuk urusan yang tidak melibatkan perselisihan, misalnya isbat nikah atau dispensasi kawin. Pengajuan ini harus dilakukan secara tertulis dan berisi identitas para pihak, uraian kejadian, serta apa yang diminta kepada pengadilan.Setelah gugatan diterima, Ketua Pengadilan akan menunjuk majelis hakim yang akan memeriksa perkara tersebut. Biasanya ada tiga hakim dalam satu majelis: satu hakim ketua dan dua hakim anggota. Selain itu, ditunjuk juga panitera pengganti yang bertugas mencatat jalannya sidang. Tahapan ini penting agar perkara ditangani secara resmi oleh pihak yang berwenang dan sesuai prosedur hukum.Setelah majelis terbentuk, pengadilan menetapkan hari sidang pertama dan memanggil para pihak untuk hadir. Pemanggilan dilakukan secara resmi melalui juru sita, agar tidak ada alasan bagi salah satu pihak untuk mengaku tidak tahu. Jika salah satu pihak tidak datang tanpa alasan yang sah, sidang dapat ditunda atau dilanjutkan dengan putusan verstek (putusan tanpa kehadiran tergugat.

Pada sidang pertama, hakim selalu berusaha mendamaikan para pihak. Prinsip ini penting, karena dalam hukum Islam penyelesaian secara damai lebih diutamakan daripada perselisihan berkepanjangan. Dalam perkara keluarga seperti perceraian, upaya damai sering dilakukan agar hubungan kekeluargaan bisa diperbaiki. Jika perdamaian berhasil, perkara akan berakhir dengan akta perdamaian yang memiliki kekuatan hukum tetap. Namun bila gagal, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara.Proses persidangan di Pengadilan Agama berlangsung beberapa tahap, mulai dari pembacaan gugatan, jawaban tergugat, replik dan duplik (tanggapan balasan antar pihak), pemeriksaan bukti-bukti, hingga akhirnya putusan hakim. Dalam setiap tahap, para pihak diberi kesempatan yang sama untuk menyampaikan pendapat dan pembelaannya. Ini menunjukkan bahwa proses hukum di pengadilan tidak hanya mencari siapa yang salah, tetapi juga memastikan setiap pihak memperoleh keadilan yang seimbang.

Bab ini juga menyinggung tentang batas-batas kewenangan Pengadilan Agama. Berdasarkan ketentuan hukum dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 1990, pengadilan ini hanya berwenang menangani perkara-perkara tertentu yang berkaitan dengan hukum keluarga Islam, seperti perkawinan, waris, hibah, zakat, dan wakaf.Selain itu, dibahas pula tentang siapa yang dianggap cakap hukum untuk berperkara. Tidak semua orang bisa menjadi pihak dalam perkara hukum; misalnya anak di bawah umur atau orang yang mengalami gangguan jiwa harus diwakili oleh wali atau kuasa hukum. Prinsip ini bertujuan untuk melindungi mereka yang tidak mampu memperjuangkan haknya sendiri.

Pada bagian akhir, bab ini juga menjelaskan bahwa badan hukum, seperti yayasan atau lembaga keagamaan, dapat menjadi pihak dalam perkara jika memiliki kepentingan hukum. Dengan demikian, prosedur perkara di Pengadilan Agama mencerminkan keseimbangan antara aturan hukum dan nilai-nilai keadilan yang menjunjung tinggi kepentingan masyarakat dan prinsip kemanusiaan.

Bab Empat membahas mengenai Tata Cara Mengajukan Gugatan.Bab ini menjelaskan langkah-langkah praktis yang harus dilakukan seseorang ketika ingin mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama. Bahasa yang digunakan mudah dipahami, seolah memberi panduan agar masyarakat tidak bingung ketika menghadapi masalah hukum.

Langkah pertama adalah mempelajari terlebih dahulu duduk perkara atau posisi kasus. Seseorang harus tahu dengan jelas apa masalahnya, siapa yang terlibat, dan hak apa yang dirasa dilanggar. Setelah memahami masalahnya, barulah menyusun dasar hukum yang kuat untuk mendukung gugatan. Misalnya, dalam kasus perceraian, dasar hukumnya bisa mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun