Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Padahal Sehat, Tapi Kenapa Kita Malas untuk Berjalan Kaki?

16 Agustus 2025   17:17 Diperbarui: 16 Agustus 2025   16:19 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi teknik jalan kaki (canva.com)

Lingkungan Kota yang Mengusir Pejalan Kaki

Alasan lain yang membuat kita malas berjalan kaki adalah lingkungan yang tidak mendukung. Kota-kota besar di Indonesia masih minim fasilitas ramah pejalan kaki. Trotoar sempit, berlubang, terhalang tiang listrik, atau bahkan dipakai berjualan. Tidak jarang pejalan kaki harus turun ke jalan dan berebut ruang dengan kendaraan bermotor.

Selain masalah trotoar, ada faktor cuaca dan polusi. Berjalan di bawah terik matahari dengan udara panas dan debu membuat pengalaman berjalan kaki terasa tidak manusiawi. Di banyak negara, kota didesain agar berjalan kaki terasa menyenangkan. Ada pohon rindang, jalur aman, dan fasilitas yang membuat orang merasa nyaman. Di sini, berjalan kaki seolah menjadi perjuangan.

Lingkungan yang tidak ramah membuat orang akhirnya lebih memilih kendaraan pribadi meski jarak dekat sekalipun. Fenomena ini menciptakan lingkaran setan yaitu semakin sedikit orang berjalan kaki, semakin sedikit pula tekanan bagi pemerintah untuk membangun fasilitas pejalan kaki. Lingkungan yang buruk memperkuat rasa malas, dan rasa malas memperburuk kualitas lingkungan.

Rasa Malas yang Sesungguhnya Berakar di Pikiran

Kalau dipikir lebih dalam, malas berjalan kaki sebenarnya bukan hanya soal tubuh yang enggan bergerak, tetapi soal cara kita memandang aktivitas itu. Jalan kaki dianggap tidak produktif, tidak keren, bahkan tidak penting. Berbeda dengan olahraga di gym yang terasa bergengsi atau bersepeda yang tampak keren di media sosial, berjalan kaki seolah tidak punya nilai prestise.

Di era digital, citra dan simbol sosial berperan besar dalam menentukan kebiasaan. Aktivitas yang terlihat menarik diunggah ke media sosial dan dianggap bernilai. Sayangnya, berjalan kaki jarang masuk kategori ini. Akibatnya, motivasi orang untuk berjalan kaki semakin lemah.

Selain itu, cara kita mendidik diri sendiri tentang kesehatan sering kali tidak seimbang. Kita bisa rela mengeluarkan biaya besar untuk obat, suplemen, atau alat kebugaran, tetapi melupakan hal sederhana seperti berjalan kaki. Pikiran kita sudah terlanjur menyepelekan aktivitas kecil yang sebenarnya fundamental. Rasa malas itu akhirnya bukan lagi sekadar kebiasaan, melainkan mindset yang terbentuk dari cara pandang keliru terhadap apa yang benar-benar penting bagi tubuh dan pikiran.

Menghidupkan Kembali Langkah Kecil

Meski banyak faktor yang membuat kita malas berjalan kaki, bukan berarti hal ini tidak bisa diubah. Kuncinya ada pada cara kita memberi makna baru pada aktivitas ini. Jalan kaki tidak perlu dilihat sebagai pengorbanan waktu, melainkan kesempatan untuk menghirup udara segar, menenangkan pikiran, atau sekadar menikmati detail kecil di sekitar yang sering kita abaikan.

Kota-kota memang perlu berubah agar lebih ramah bagi pejalan kaki. Tetapi perubahan juga bisa dimulai dari diri sendiri. Kamu bisa mencoba hal sederhana seperti memarkir kendaraan sedikit lebih jauh dari tujuan, memilih jalur jalan kaki yang lebih tenang, atau menjadikan jalan sore sebagai waktu khusus untuk melepaskan penat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun