Di media sosial, kita sering menjumpai unggahan menu sehat yang cantik seperti salmon panggang atau steak daging yang dipadukan dengan tomat cherry, selada merah, atau alpukat impor. Dari tampilannya memang menggoda, tetapi dari segi harga, menu seperti itu bisa terasa cukup mahal bagi sebagian kalangan. Tidak jarang akhirnya muncul anggapan bahwa untuk bisa hidup sehat, seseorang harus menyiapkan anggaran besar.
Padahal, makan sehat tidak harus identik dengan makanan mahal. Menu seperti itu bisa saja disesuaikan dengan kantong masing-masing. Salmon bisa diganti dengan ikan lokal seperti lele atau kembung, protein lain seperti telur dan tahu tempe. Steak daging bisa diganti daging ayam. Selada merah bisa diganti dengan bayam atau kangkung. Tomat cherry bisa diganti dengan tomat lokal, sementara alpukat impor bisa diganti dengan pepaya atau pisang. Hasilnya tetap bergizi, tetap sehat, dan tentunya lebih ramah di kantong.
Ambil contoh sederhana saat sarapan. Kita tidak wajib selalu mengandalkan nasi. Dua butir telur (dadar, ceplok, atau direbus) lalu ditambah sayuran atau buah segar sudah cukup memberi energi untuk memulai hari. Tomat, timun, bayam, hingga buncis adalah pilihan yang murah, mudah dicari, namun kaya manfaat.Â
Alternatif sumber energi pun banyak tersedia di sekitar kita. Ada ubi rebus, pisang rebus, dan kentang rebus yang proses memasaknya mudah, harganya terjangkau, dan bagus kandungan gizinya. Dalam istilah gizi, makanan seperti ini dikenal sebagai karbohidrat kompleks, yaitu sumber tenaga yang dilepas lebih perlahan sehingga membuat kenyang lebih lama. Jika dipadukan dengan lauk (seperti telur, ikan, daging ayam, atau tahu tempe) lalu dilengkapi dengan sayuran, hasilnya bukan hanya mengenyangkan tetapi juga menyehatkan.
Buah lokal yang terjangkau pun bisa menjadi sahabat tubuh. Pepaya, pisang, semangka, jambu biji, mangga, sampai jeruk lokal semua mudah didapat tanpa harus merogoh kantong dalam-dalam. Terlebih jika sedang musim, harganya pun akan jauh lebih murah.
Dari sini kita bisa melihat, ternyata ikhtiar untuk makan sehat itu tidak mahal. Yang seringkali justru membuat mahal adalah gaya hidup. Ketika kita terbawa arus untuk mencoba apa yang sedang viral, atau merasa harus ikut-ikutan karena takut ketinggalan (FOMO), di situlah pengeluaran membengkak. Tren makanan atau pola hidup seperti itu biasanya hanya bersinar sebentar lalu meredup seiring waktu. Sementara kesederhanaan yang dijalani dengan penuh kesadaran bisa menjadi kebiasaan jangka panjang yang menyehatkan tubuh sekaligus menenangkan hati.
Dan yang harus diperhatikan lagi adalah menyesuaikan isi piring dengan aktivitas harian kita. Jika aktivitas kita padat, kita bisa menambah porsi karbohidrat baik dari nasi, ubi atau kentang. Namun jika lebih banyak beraktivitas ringan di rumah, menu sederhana dengan protein dan serat sudah lebih dari cukup untuk sarapan. Yang terpenting, makanlah dengan penuh kesadaran, tidak berlebihan, dan tetap seimbang. Kombinasi menu juga sangat penting agar tidak bosan. Jangan lupa juga penuhi kebutuhan minum air putih harian kita.Â
Di tengah arus gaya hidup modern yang sering menampilkan menu sehat serba mahal, kita perlu ingat bahwa pilihan sederhana pun bisa memberi manfaat serupa. Ubi rebus, pisang, telur, atau sayuran dan buah segar yang mudah dijangkau di pasar sudah cukup menjadi bekal untuk menjaga energi. Yang terpenting bukan mahal atau tidaknya suatu makanan, melainkan kesadaran dalam memilih apa yang masuk ke dalam tubuh. Kesederhanaan yang penuh syukur akan lebih mudah menghadirkan keberkahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI