Mohon tunggu...
Frederica Nancy
Frederica Nancy Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Hi! Salam kenal dari saya yang tengah belajar dan menari dalam dunia komunikasi massa-digital!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jurnalisme Digital yang Universal dengan Menjadi Aksesibel Bagi Disabilitas

25 Oktober 2020   21:21 Diperbarui: 17 Maret 2021   08:35 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suharto, direktur eksekutif Sarana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) yang juga penyandang low vision menilai berita dan informasi di media digital tak semuanya dapat diakses. Fitur zoom in yang membantunya hanya tersedia bila diakses via website, namun tidak via aplikasi. 

Kehadiran iklan di tengah berita juga mengganggu karena membingungkannya dan teman-teman tuna netra lain saat screen reader membacakan isi konten. "Mana yang iklan mana yang berita itu jadi agak samar-samar," ungkap Suharto.

Dalam konteks jurnalisme multimedia, visual gambar, grafik, hingga video tak sepenuhnya dapat ia akses dengan optimal. Visual--tanpa alat bantu--yang sebenarnya bertujuan melengkapi pemahaman informasi, justru tidak berperan sebagai pelengkap bagi penyandang tuna netra.

Selain itu, Remotivi menambahkan bahwa navigasi situs berita yang membingungkan dan penyajian berita yang terpotong menjadi beberapa halaman akan semakin menyulitkan tuna netra.

Jurnalisme Digital bagi Penyandang Tuli

Sementara itu, Dafi Muchlisin--seorang mahasiswa dan juga teman tuli--mengaku menemukan kesulitan bila menemukan informasi yang melibatkan peran audio.

Baginya sebuah video (yang ada audio) bisa saja penting, namun akses yang tidak memadai justru membuat audio itu kurang bermanfaat.  "Kalau tidak ada teks bahasa Indonesia, maka saya skip video itu saja, plus kasih (dislike) gitu saja," ujar Dafi.

Hal inilah yang membuat bantuan akses menjadi penting. "Seharusnya ada ini juru bahasa isyarat, atau cross caption atau subtitle-nya gitu sehingga informasi yang ingin disampaikan teman-teman dengar... juga bisa diakses oleh teman tuli lain," jelas Sari, juru bahasa isyarat Dafi.

Selain itu, Dafi juga menyayangkan minimnya akses berupa pondasi pendidikan dari segi visual bagi teman tuli. Pasalnya, akses dan bahasa (visual) yang kuat penting untuk penyerapan dan pemaknaan informasi--termasuk secara digital.

Namun Dafi tidak memungkiri masih ada beberapa media yang cukup mengakomodir kebutuhannya akan akses informasi digital. Di Indonesia, Dafi menyebut media jurnalistik seperti BBC dan Opini.id membantu menyediakan subtitle, sementara untuk media luar negeri ia menyebut BSL Zone (Inggris) karena penyajian yang menggunakan bahasa isyarat--setempat.

Standar Aksesibilitas bagi Difabel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun