Mohon tunggu...
Fiksiana Community
Fiksiana Community Mohon Tunggu... Administrasi - Komunitas pecinta fiksi untuk belajar fiksi bersama dengan riang gembira

Komunitas Fiksiana adalah penyelenggara event menulis fiksi online yang diposting di Kompasiana. Group kami: https://www.facebook.com/groups/Fiksiana.Community/ |Fan Page: https://www.facebook.com/FiksianaCommunity/ |Instagram: @fiksiana_community (https://www.instagram.com/fiksiana_community/) |Twitter FC @Fiksiana1 (https://twitter.com/Fiksiana1)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Belajar Bareng] Teknik Menghidupkan Dialog

27 Februari 2016   16:48 Diperbarui: 27 Februari 2016   20:51 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nawang tersenyum pahit. Bibirnya tampak kehitaman akibat terlalu banyak mengisap rokok. Dia sepertinya sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Kafemu sudah tutup. Sebentar lagi semua daerah di sekitar sana akan digusur, termasuk kontrakanmu," kata Doni dengan nada serius. "Kau sudah tidak bisa 'bekerja' lagi, Na."

Nawang memandang Doni tajam. Dia bisa merasakan adanya tanda kutip pada kata 'bekerja' yang diucapkan pemuda itu. Namun percuma saja, dia tak punya hak untuk komplain mengenai itu.

"Kata siapa? Pelangganku masih banyak kok, Mas. Malah enak sekarang bisa langsung ke hotel," kata Nawang. "Aku akan baik-baik saja, asal kalau razia, Mas mau berbaik hati memberi tahuku."

"Na," kata Doni. Suaranya kini memelas, nyaris memohon. "Aku sudah berjanji pada mendiang Ibu Panti untuk menjagamu. Jika kau terus-terusan begini, aku akan dikutuk selamanya di neraka."
"Kalau orang sebaik Mas Doni akan ke neraka? Lantas.... Aku akan kemana? Bahkan neraka pun mungkin tak cukup untuk menghukumku," kata Nawang getir.

"Menyerahlah, Na," kata Doni untuk kesekian kalinya. Namun kali ini suaranya berubah dalam. "Sudah saatnya kau akhiri ini semua. Menikahlah denganku!"


Nawang tersentak. Dia menatap Doni yang balas memandangnya tajam. Nawang berusaha mencari setitik kebohongan di sana. Berharap ada pengingkaran dari apa yang barusan didengarnya. Nihil. Hanya ada kesungguhan terpeta di wajah tampan Doni.

"Aku...," Nawang tergugu. "Aku tak bisa, Mas."

"Kenapa, Na?" tanya Doni. Nyaris frustrasi.

"Dari awal kita sudah tak sejalan. Aku sudah rusak. Tidak bisa diperbaiki lagi. Lagipula," Nawang menunduk, dia menelan ludahnya. "Lagipula, Mas pasti sudah dengar tentang lelaki baik hanya untuk perempuan baik. Mana mungkin, mana mungkin kau bisa menikahiku?"

"Kau benar," kata Doni. Diangkatnya dagu Nawang, hingga wajahnya yang bersimbah air mata terlihat jelas. "Kau benar tentang masa lalumu, Na. Itu tak bisa disangkal, tak dapat diubah. Tapi... Aku di sini bukan untuk menghakimi masa lalumu. Aku hanya berharap bisa menjadi seseorang yang bisa memperindah masa depanmu. Itu saja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun