Mohon tunggu...
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama
Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama Mohon Tunggu... -

Fatihatul Insan Kamil Ramadhani Imama (fikri)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mirip Catatan Pelesir, Namun Sebenarnya Ini Adalah

20 Juni 2014   03:29 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:03 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadinya saya ingin menulis sedikit catatan pelesir bagaimana saya mendapat teman-teman baru. Tapi rasanya itu tidak perlu. Lagipula setelah saya pikir-pikir, untuk apa saya bercerita tentang Pak Samsul yang berusia 54 mampu menjadi orang pertama dalam rombongan kami yang mencapai Mahameru? Untuk apa saya bercerita tentang Bang Mariko yang membawa tenda, perlengkapan trangia, logistik, dan berbagai peralatan berat lainnya, serta asli Batak, mengeluh, “Kenapa dingin kali pulau kalian!” selama perjalanan? Untuk apa saya bercerita tentang Mas Ulik sang fotografer andalan kantornya yang mengalami kram lutut dari awal perjalanan namun akhirnya bisa tiba di Mahameru setelah tertatih-tatih meniti jalur menuju puncak selama 11 jam? Untuk apa saya bercerita tentang Malta yang terkenal manja, pandai bersolek, mengikuti kelas yoga di akhir pekan, dan gemar membohongi perempuan, tiba-tiba menjadi pendaki? Untuk apa saya bercerita tentang Lisa, perempuan bankir yang dititipi uang iuran untuk membeli logistik lalu bisa-bisanya memasak spaghetti dan panekuk di atas gunung? Untuk apa saya bercerita tentang Mas Domo yang sebagian tubuhnya saya rasa terbuat dari mesin yang mampu membawa 2 tas carrier besar sekaligus? Untuk apa saya bercerita tentang Mas Kecap yang mengalah tidak naik ke Mahameru demi menjaga tenda dan bertubuh kecil namun kekar yang jika dipakaikan topi caping, maka ia sudah dibunuh Rambo karena mirip Vietcong? Untuk apa saya bercerita tentang Pak Damar yang memasak nasi goreng spesial sarden dengan saos spaghetti dengan rasa yang tidak keruan dan bau amis mirip umpan memancing ikan namun tetap saya lahap? Untuk apa saya bercerita tentang Harsya … ah tapi saya memang malas bercerita tentangnya, karena sudah terlalu banyak saya ceritakan di tulisan yang lain.

Tadinya saya ingin menulis sedikit catatan pelesir bagaimana perjalanan pulang. Tapi rasanya itu tidak perlu. Lagipula setelah saya pikir-pikir, untuk apa saya bercerita tentang berjalan kaki berjam-jam dengan tas ransel yang membebani pundak hingga menyebabkan kemerahan dan lecet pada kulit? Untuk apa saya bercerita setelah sampai di lokasi kemping, saya hanya melihat bahwa beberapa manusia tidak lebih pintar dari kucing yang bisa mengubur tahinya sendiri dengan tanah? Untuk apa saya bercerita kalau saya mendapat nama panggilan baru, Oom Gondrong, di sana? Untuk apa saya dan Mas Kecap selalu bercanda tiap berpapasan dengan pendaki lain yang berjalan sambil bernyanyi dengan, “Aku sih yes ya! Kalau Mas Anang gimana?” Untuk apa saya bercerita banyak tinta cat dan pena yang tergores di bebatuan Semeru? Untuk apa saya bercerita bahwa ada poster tentang gundukan sampah setinggi 50cm?

Tadinya saya ingin menulis sedikit catatan pelesir ke Gunung Semeru. Tapi rasanya itu tidak perlu. Lagipula setelah saya pikir-pikir, untuk apa saya bercerita lagi, karena sudah banyak artikel perjalanan ke puncak tertinggi di Jawa dalam dunia digital ini? Untuk apa saya menuliskan catatan pelesir ke Gunung Semeru sepanjang ini, jika ujung-ujungnya disama-samakan dengan buku berjudul 5cm yang super keren itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun