Mohon tunggu...
Fiahsani Taqwim
Fiahsani Taqwim Mohon Tunggu... Penulis - :)

Penganut Absurditas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Maaf

27 Februari 2021   09:08 Diperbarui: 27 Februari 2021   09:13 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Diam-diam, dia juga menyimpan dendam kepada om, juga tentenya itu. Walau pada awalnya dia hanya merasa kesal dengan omnya, namun seiring berjalan waktu, Halimah menaruh sebal juga kepada tantenya. Halimah berpikir, andai saja sang tante memilih suami yang tidak berdasarkan harta, namun berpatokan kepada ilmu dan akhlak seperti yang dilakukan oleh ibunya, sudah pasti tidak akan seperti ini jadinya. Atau, andai saja sang tante yang selalu mengikuti suaminya berdinas di kota metropolitan dan hanya pulang ke rumah saat lebaran itu tidak memutuskan buat membawa masalah rumah tangganya hingga ke Sumber Sono, sudah pasti aib sekaligus perang saudara sebesar itu tidak akan meledak di kampungnya. Dia juga makin benci kepada tantenya yang ketika keluarga omnya menyerang keluarga besarnya habis-habisan dengan amunisi berupa pernyataan-pernyataan tidak kredibel, sang tente itu malah terpancing dan membuat keadaan semakin runyam.

Ketika diumbar kejelekannya, sang tante mengumbar balik keburukan mantan suaminya. Ujaran demi ujaran kebencian itu terus berputar dan berkembang tanpa mereka sadari akan membahayakan diri mereka sendiri jika tidak segera diputus. Coba bayangkan, gara-gara acara saling menjelekkan ini, betapa banyak orang di Sumber Sono yang menjadi tahu aib mereka masing-masing.

“Mbak Lin tidak jago di ranjang. Makanya Mas Maksum bosan.” Kata salah satu anggota keluarga omnya Halimah.

“Loh, sebentar. Jangan salahkan aku dulu. Si Maksum itu memang mesum. Coba tanya langsung ke orangnya, berapa banyak pelacur yang sudah dia nafkahi sebelum dengan yang sekarang ini? ” kata tantenya Halimah membela diri.

“Mas Maksum cari uang siang malam dan Mbak Lin cuma bisa menghabiskannya. Makanya dia mencari pelarian, Mbak. Buat menghibur dirinya sendiri. ”

“Tugas suami memang menafkahi. Aku sudah menyiapkan segalanya di rumah, kenapa masih perlu hiburan lain.”

“Mbak Lin tertalu cerewet, Mas Maksum tidak tahan.”

“Si Maksum itu bejat. Menyesal aku menikah dengan buaya darat seperti dia. Ya Allah kasian sekali anakku punya bapak yang akhlaknya rusak. Coba tanyakan, sudah berepa perempuan yang dia hamili. Aku punya bukti. Ada semua buktinyaaaaaa!!!!”

“Mbak Lin kurang ini…..”

“Maksum tidak pernah bisa ini….”

Pertengkaran dua kubu itu meletus selama berbulan dan menjadi sesuatu yang aktual di berbagai sudut Sumber Sono. Dan menurut Halimah, baik keluarga besar omnya, maupun keluarganya menyikapi masalah ini dengan sangat norak. Begitu tidak elegan sampai melibatkan Pak Lurah dan warga lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun