Selama setahun, banyak tulisan telah lahir dari tangan para siswa SMPSK Kotagoa Boawae. Ada cerita pendek tentang persahabatan, puisi tentang alam, hingga esai reflektif tentang kehidupan remaja di desa serta pengalaman kehidupan sehari-hari di rumah. Semua itu akhirnya dihimpun menjadi sebuah naskah antologi yang sebentar lagi siap dicetak.
"Kami sama sekali tidak menyangka tulisan anak-anak akan sebanyak ini. Awalnya hanya ingin melatih mereka menulis rutin. Ternyata, jika diberi ruang, mereka bisa menghasilkan karya yang luar biasa," ujar Bapak Yohanes Brachmans Lewa Kaju, SE, Kepala SMPSK Kotagoa Boawae.
Buku antologi ini rencananya akan menjadi tonggak sejarah gerakan literasi di sekolah. Tidak hanya sebagai dokumentasi, tetapi juga sebagai motivasi bagi siswa untuk terus berkarya.
Suara Siswa: Menulis Itu Membebaskan
Bagi para siswa, kegiatan ini bukan sekadar latihan akademis. Menulis menjadi cara untuk mengekspresikan diri.
"Saya dulu malu kalau diminta menulis. Takut salah. Tapi sekarang saya merasa menulis itu seperti berbicara dengan diri sendiri. Saya bisa jujur dalam tulisan," tutur Jasmin Wea, siswa kelas VIII yang karyanya masuk dalam antologi.
Senada dengan Jasmin, Aurel, siswi kelas VIII, mengaku menulis membuatnya lebih percaya diri. "Saya senang karena tulisan saya dibacakan teman-teman. Rasanya bangga sekali. Semoga buku kami bisa dibaca banyak orang," katanya.
Dukungan Penuh dari Sekolah
Program ini mendapat dukungan penuh dari pihak sekolah. Kepala sekolah menilai kelompok membaca dan menulis ini bukan hanya program tambahan, tetapi bagian dari pendidikan karakter.
"Literasi itu bukan hanya soal bisa membaca dan menulis. Literasi adalah kemampuan memahami, mengkritisi, dan mencipta. Itu bekal penting bagi anak-anak untuk menghadapi dunia yang terus berubah," tegas Kepala Sekolah, Bapak Yohanes Brachmans Lewa Kaju.
Sekolah juga berkomitmen untuk menjadikan kegiatan ini berkelanjutan. Setiap tahun, siswa baru akan diajak bergabung, sehingga tradisi literasi tidak berhenti pada satu angkatan.