Kemudian, ada pula penggunaan gambar "buah semangka." Setelah Israel melarang pengibaran bendera Palestina yang menggunakan warna merah, hijau, hitam, dan putih pada tahun 1967, para seniman Palestina dengan cerdik menemukan solusi. Mereka menggunakan semangka yang memiliki kombinasi warna serupa sebagai penggantinya.Â
Secara teoritis, fenomena ini dapat dijelaskan melalui beberapa kerangka sosiologis dan politik. Simbol berfungsi sebagai alat mobilisasi massa dan pembentuk identitas kolektif dalam sebuah gerakan sosial.Â
Kerangka ini, yang banyak dikaji oleh para sosiolog seperti Sidney Tarrow dalam karyanya tentang gerakan sosial, menjelaskan bagaimana sebuah bendera yang sederhana dan mudah dikenali dapat menyatukan banyak orang di bawah satu tujuan, membingkai isu-isu rumit menjadi satu pesan perlawanan yang mudah dipahami.
Simbol-simbol ini juga merupakan pesan non-verbal yang sangat ampuh, memanfaatkan budaya populer sebagai arena baru untuk politik.Â
Fenomena ini sejalan dengan gagasan komunikasi politik yang modern, di mana media dan budaya populer menjadi sumber simbol yang siap digunakan untuk tujuan politik.Â
Bendera One Piece atau salam tiga jari dari film Hunger Games adalah bukti bahwa politik tidak hanya terjadi di parlemen, tetapi juga di media sosial.
Lebih dalam lagi, fenomena ini dapat dilihat sebagai bentuk perlawanan tak bersuara atau senjata kaum lemah (weapons of the weak), sebuah konsep yang diperkenalkan oleh antropolog James C. Scott.Â
Ini adalah bentuk protes yang dilakukan secara halus dan tidak terang-terangan untuk menghindari konfrontasi langsung dengan kekuasaan.Â
Menggunakan simbol dari budaya populer adalah cara cerdas untuk menyampaikan pesan tanpa melanggar hukum secara eksplisit.
Kritik Bukan Anti-Nasionalisme
Jadi, dalam perspektif saya, cara merespon isu one piece seperti yang dilakukan Pemerintah termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang menganggapnya sebagai bentuk provokasi dan merongrong kewibawaan bendera merah putih, berlebihan alias lebay dan kurang kerjaan.
Kita kan hidup di alam demokrasi, perbedaan pendapat dan kritik adalah hal yang wajar. Jika saluran kritik dibiarkan terbuka, meskipun dalam bentuk simbolik atau halus, itu menunjukkan bahwa demokrasi berfungsi.Â