Mohon tunggu...
Fentika Rahmawati
Fentika Rahmawati Mohon Tunggu... Universitas Terbuka

Hobinya nulis, traveling, kulineran. Tapi budget gak sepadan 🥹

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan ke Ujung Dunia

22 September 2025   08:00 Diperbarui: 22 September 2025   00:52 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kota itu bagaikan labirin dari beton dan debu, dikuasai oleh kegelisahan yang memekakkan telinga. Setiap orang hidup dengan satu tujuan: bertahan. Mereka adalah sisa-sisa dari sebuah kesalahan yang entah bagaimana, entah mengapa, membuat mereka ada di sana. Aku dan dia, kami adalah dua orang asing yang tersesat di tengah kekacauan, tetapi entah bagaimana takdir mengikat kami.

Suatu sore, saat matahari terbenam menyisakan cahaya oranye yang suram, dia datang. Matanya memancarkan kelelahan, tetapi juga sebuah tekad. "Mau ikut denganku?" tanyanya, suaranya pelan dan putus asa. 

"Ke suatu tempat yang tidak bisa kau bayangkan dengan imajinasimu yang miskin ini."

Aku tak bertanya. Aku hanya mengangguk. Kami berpegangan tangan, dan mulai berlari. Berlari dari dunia, dari takdir, dari segala yang ingin menjatuhkan kami. Kami berlari melewati jalan-jalan yang hancur, melewati bayangan masa lalu dan ketakutan masa depan. Kami bagai sepasang kekasih yang melarikan diri, meski kami tahu pelarian ini mungkin memiliki akhir yang buruk.

"Akankah kita berakhir buruk?" tanyaku saat kami berhenti sejenak untuk mengatur napas.

Dia tersenyum, senyum yang memudar dan menyedihkan. "Mungkin. Tapi setidaknya, kita bersama."

Cintanya bukan cinta yang sempurna. Itu adalah cinta yang merusak, yang menghancurkan. Dia menatapku dan berkata, "Aku ingin kita bersedih bersama, hancurkan aku, hancurkan dirimu. Biarkan kita hancur bersama, tetapi kita tetap bersama." Itu terdengar gila, tapi entah mengapa, itu adalah hal paling romantis yang pernah kudengar.

Kami terus berlari, sampai tiba di sebuah tebing yang menghadap lautan luas. Di sana, di bawah langit malam yang pekat, kami saling memeluk. Pelukan itu erat, seolah ingin menghancurkan satu sama lain. Sebuah ciuman penuh cinta yang penuh keputusasaan.

Kami tahu, pelarian ini bukanlah tentang menemukan tempat yang sempurna. Bukan pula tentang menghindari takdir. Ini tentang memilih siapa yang akan kita hadapi bersama. Dunia boleh menganggap kami bodoh karena melarikan diri, tetapi kami tahu, kami hanya ingin bersama.

Meskipun segala yang kami miliki hancur, meskipun kami tidak tahu apa yang akan terjadi besok, satu hal yang kami yakini: Love Wins All.

Inspired by Song

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun