Mohon tunggu...
Fauzan Widyarman
Fauzan Widyarman Mohon Tunggu... Administrasi - sesekali menulis

tulisan merupakan opini penulis atau hasil bacaan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Akhir Tahun di Papua Barat Daya: Perjalanan ke Sorong

8 Januari 2023   22:25 Diperbarui: 8 Januari 2023   22:31 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang akhir tahun 2022, penulis berkesempatan untuk perjalanan dinas (perjadin) ke Sorong, Papua (saat ini masuk Provinsi Papua Barat Daya). Dalam perjalanan ini penulis bersama dengan lima orang lainnya, empat di antaranya dari Direktorat Lalu Lintas Angkutan Laut (Ditlala) Perhubungan Laut berangkat dari Jakarta pada Selasa, 27 Desember 2022.

Keberangkatan dari Jakarta

Jam sudah menunjukkan sekira 11 malam saat kami tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Dari sinilah perjalanan kami dimulai dengan jadwal keberangkatan pesawat Garuda Indonesia (tanpa transit) ke Sorong pukul 00.15.

 Begitulah setiap kali perjalanan menuju wilayah timur Indonesia, harus berangkat dini hari yang berarti sebelum tengah malam sudah harus tiba di bandara. 

Perjalanan seperti ini sebetulnya menyenangkan karena situasi bandara yang tidak seramai siang hari, namun resikonya bisa tidak tidur semalaman atau hanya tidur sebentar saja di pesawat. 

Dari Terminal 3 yang sangat luas itu, kami menunggu pesawat yang untungnya boarding tepat waktu meskipun sempat ada pengumuman jadwal tertunda. 

Kondisi pesawat cukup penuh dan untungnya kursi di sebelah saya kosong (saya duduk di posisi gang) jadi agak lega dan bisa menyimpan beberapa barang di kursi samping.

Salah satu anggota rombongan kami, Pak Sarif, adalah orang yang pernah tinggal selama sekitar 9 tahun di Sorong. Setelah itu beliau mutasi ke kantor pusat. Selebihnya rombongan kami mungkin baru pertama kali ke Sorong. 

Di dalam pesawat yang akan mengudara sekitar 4,5 jam itu, kami sempat menikmati snack dan makan malam sebelum akhirnya (tentu saja) tertidur. Saya sendiri sempat nonton 1 film karena belum bisa tidur dan akhirnya tertidur menjelang mendarat. Perjalanan pesawat cukup nyaman dan tidak banyak guncangan sebagaimana ketakutan terhadap cuaca akhir tahun ke arah timur. 

Welcome to Sorong dan Sarapan Coto

Tiba di Bandara Domine Eduard Osok (DEO) Sorong, kami sempat berfoto sebentar di tulisan Welcome to Sorong lalu menuju pintu keluar kedatangan untuk menunggu penjemputan. Kami dijemput oleh salah seorang pimpinan di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Sorong dengan 2 mobil kantor dan 1 mobil rental. 

Rencananya kami akan menuju hotel untuk early check-in dan beristirahat sebentar sebelum menuju ke KSOP. Namun sampai di hotel, kami diminta untuk menuju tempat sarapan di Warung Coto HB'enk. 

Dari makanannya dan namanya bisa dipastikan jika tempat makan ini dimiliki oleh pengusaha pendatang dan benar saja di warung tersebut terlihat koleksi foto pemilik bersama dengan tamu-tamu penting yang datang ke sana. 

Sebenarnya menu coto yang disajikan cukup enak dan pas porsinya, tetapi mungkin karena kelelahan dan jetlag saya kurang menikmati makan pertama di Sorong itu. Selepas makan kami pun menuju ke hotel untuk (akhirnya) early check-in dan beristirahat.

Bertemu dengan Pengguna Jasa Pelabuhan

Kegiatan pertama di Sorong yaitu ke KSOP Sorong untuk bertemu dengan pengguna jasa pelabuhan membahas aplikasi Inaportnet yang dikelola Ditlala Ditjen Hubla. 

Saat kami tiba di KSOP sekira pukul 10 pagi, kami langsung menuju ruang pertemuan yang ternyata sudah penuh peserta pertemuan baik dari badan usaha, perusahaan ekspedisi, maupun stakeholder lainnya di Pelabuhan Sorong. 

Agenda pagi itu adalah semacam evaluasi dan diskusi dengan para mitra sebagai pengguna aplikasi Inaportnet. Dalam diskusi para pelaku usaha menyampaikan bahwa aplikasi Inaportnet sudah bagus dan cukup membantu. Namun ada beberapa masukan antara lain terkait dengan integrasi aplikasi tersebut dengan aplikasi lainnya sehingga lebih efisien. 

Meskipun cukup banyak peserta yang hadir, acara berlangsung tidak terlalu lama dan setelah bubar kami menyempatkan untuk melihat-lihat isi kantor KSOP mulai dari loket pelayanan dan beberapa bagian yang ada di sana. Menurut struktur organisasi, KSOP ini terdiri atas 3 Bidang dan 1 Bagian dengan pimpinan tertinggi yaitu Kepala KSOP.

Meninjau Pelabuhan Sorong

Siang itu turun hujan dan agenda kedua telah menanti yaitu meninjau Pelabuhan Sorong. Suasana pelabuhan tidak begitu ramai karena menurut informasi, pelabuhan hanya akan ramai ketika ada kapal masuk (bersandar). 

Kami disambut oleh perwakilan baik dari Pelindo (operator pelabuhan) maupun Pelni (operator kapal laut) Sorong. Saat itulah untuk pertama kalinya kami tiba di Posko Nataru 2022 Pelabuhan Sorong. Tempat ini berlokasi di depan pintu masuk Pelabuhan Sorong. 

Posko ini penuh dengan petugas dari BNPP (dulu Basarnas), Taruna Politeknik Pelayaran Sorong, dan tentunya staf KSOP Sorong dibantu aparat TNI-Polri. Saya melihat koordinasi yang sangat baik lintas sektor di posko sederhana tersebut. 

Menurut informasi, ada banyak pejabat yang dijadwalkan datang ke Sorong pada periode Nataru tersebut sehingga membuat suasana cukup sibuk. Meskipun kapal Pelni belum datang, kami sempat masuk ke dermaga pelabuhan untuk melihat KM Sabuk Nusantara. Dermaga pelabuhan ini cukup luas. Begitu pun ruang tunggu penumpang di pelabuhan cukup baik, namun perlu perawatan bangunan lagi supaya tidak terkesan kuno.

Arus lalu lintas kapal, berdasarkan jadwal yang dipampang di spanduk besar di dalam posko, memang terlihat hampir setiap hari selama dua pekan selalu ada kapal masuk. Sayangnya karena faktor cuaca, jadwal tersebut bisa berubah sewaktu-waktu demi keselamatan perjalanan kapal. 

Pada hari itu setidaknya ada 2 kapal Pelni yang dijadwalkan bersandar di Sorong, yaitu Sinabung dan Gunung Dempo. Besoknya ada lagi dijadwalkan kapal Sirimau. Kami pun dijadwalkan datang lagi ke Pelabuhan nanti sore untuk melihat kedatangan kapal.

Makan Siang dan Kisah Berdinas di Papua

Saya bertemu dengan 3 lulusan Taruna dari STIP Jakarta dan PIP Semarang yang mendapat penempatan di Sorong. Dari mereka ada beberapa cerita tentang keadaan di sana yang mungkin bagi orang luar Papua akan terdengar unik. Mereka, yang juga bagian dari posko Nataru, berdinas di KSOP dan Distrik Navigasi (Disnav) Kelas I Sorong. 

Dari Pelabuhan, kami makan siang di RM Daeng Mace yang menyuguhkan menu seafood dan sayuran. Pada saat itu pula kami bersama dengan Pak Dimyati, salah seorang staf yang berasal dari Bandung yang belum begitu lama berdinas di KSOP Sorong. Cerita kehidupan di Papua dari beliau sangat unik dan lucu khususnya berkaitan dengan orang asli dan orang pendatang. 

Kota Sorong memang ramai dengan pendatang dari Jawa, Sulawesi, dan daerah lainnya yang berbaur dengan penduduk asli Papua atau lebih tepatnya Suku Moi yang merupakan suku asli Sorong. 

Meskipun beragam, toleransi dan kebersamaan di Sorong berjalan dengan baik bahkan kami melihat sedang ada pembangunan masjid besar di depan restoran ini. Banyaknya pendatang yang beragama muslim bahkan sampai ada IAIN di Sorong, suatu hal yang tidak saya sangka sebelumnya. Selain IAIN itu masih ada beberapa universitas lain di kota ini.

Ketika tiba di pelabuhan sore harinya, ternyata kapal yang dijadwalkan belum datang akibat faktor cuaca. Kami diinformasikan bahwa kapal kemungkinan baru tiba esok pagi. 

Sementara itu posko Nataru masih terlihat sibuk. Menjelang malam, diadakan penggantian shift petugas di posko. Saya melihat begitu besar tugas yang diberikan setiap orang di posko ini. 

Tentu saja berdinas di posko dari pagi hingga sore bukan merupakan tugas yang terlihat mudah. Mengakhiri rangkaian kegiatan hari ini, kami diajak makan malam di RM Anyam Penyet Surabaya dan Mie Godog.

Hari Kedua: Akhirnya Kapal Gunung Dempo Tiba

Kami dijemput pagi ini pada Rabu, 28 Desember 2022 oleh pegawai Disnav dan mendapat kabar bahwa pagi ini kapal belum tiba dan diperkirakan baru jam 4 sore kapal Gunung Dempo datang. 

Alhasil kami tidak punya kegiatan pada pagi hingga siang hari itu. Dua pegawai Disnav yang datang adalah rekan kerja Pak Sarif dulu sewaktu berdinas di Disnav. Salah satunya orang asli Papua dan satunya lagi orang keturunan Jawa yang merantau ke Sorong. Kami mengobrol cukup lama karena belum ada rencana perjalanan yang jelas di pagi itu. Salah satu rombongan kami juga kurang enak badan sehingga harus beristirahat di kamar.

"Kota Sorong tidak punya tempat wisata," kata Pak Sarif bereaksi saat ada ajakan untuk keliling kota. Hanya ada pantai yang sekarang sudah ditimbun pesisirnya karena akan dibangun pusat pertokoan modern. Dulu pantai itu adalah tempat wisata, sekarang yang ada tembok dan pedagang kelapa muda di pinggiran jalan. Karena tidak punya pilihan, kami pun berangkat ke pinggir pantai untuk mencicipi kelapa di sana.

Kota Sorong adalah kota yang cukup berkembang. Beberapa jalan protokol terawat dengan cukup baik. Karena bukan kota besar, jarak antartempat di Sorong tidak begitu jauh. Saat ini Provinsi Papua Barat Daya telah terbentuk dan kota ini menjadi ibukotanya. Pusat perbelanjaan juga terdapat di kota ini dengan tenant lokal maupun internasional ada.

Kota ini merupakan gambaran Papua yang modern. Jika diamati pembangunan pesat yang terjadi di kota ini sepertinya masih belum berlangsung lama. Kehadiran orang pendatang dianggap sebagai salah satu penggerak ekonomi. Namun persaingan tidaklah mengenal asal-usul seseorang.

Tiba di pinggir pantai, kami melihat begitu sayangnya pantai tersebut menjadi terbengkalai dan pembangunan yang direncanakan sepertinya masih membutuhkan waktu yang lama. Minum kelapa di pinggir pantai hampir seluruh pedagangnya adalah orang asli Papua. Bangku hijau yang dicat dengan tulisan "Pemberdayaan OAP (Orang Asli Papua)" memberikan kesan jika lokasi perdagangan ini memang diperuntukkan untuk OAP. Sampai disana bergabung lagi seorang pegawai Disnav yang juga teman lama Pak Sarif. 

Beliau bercerita, kondisi kantor Disnav masih membutuhkan pegawai yang berkompeten karena wilayah kerja (wilker) Disnav yang sangat luas. Beberapa pegawai ditempatkan di pulau, salah satunya disebut Pulau Buaya, sebagai petugas jaga disana. Dia sendiri adalah orang Jawa Timur yang ikut orang tuanya pindah ke Sorong sebagai transmigran. 

"Saya tidak berencana balik ke Jawa lagi karena sudah betah di sini. Saya kurang tahu perkembangan yang ada di kampung halaman saya," ujarnya. Menjadi warga pendatang mungkin berat saat dibayangkan, namun buktinya mereka yang sudah pindah ke sana merasa kondisinya baik dan tidak berpikir untuk pulang kampung.

Karena waktu masih banyak untuk menunggu kapal datang sore nanti, kami pun berkeliling kota Sorong sambil menunggu waktu makan siang. Rute jalan yang kami lalui ternyata mengarah ke perbatasan, dengan kondisi jalan yang lebih bagus dari yang kami lewati sebelumnya.

Ternyata, ada satu kawasan pendatang dimana para transmigran dari Jawa bermukim. Di tempat itu, para transmigran mengelola kebun dan ladang sekaligus untuk suplai kebutuhan makanan sehari-hari. 

Selain itu pendatang juga banyak yang menjadi pedagang atau pekerja swasta lainnya. Cukup mengagumkan semangat hidup pendatang di Sorong. Saya pun bertanya sebenarnya apa yang menjadi motivasi orang merantau ke Papua dengan gambaran tentang Papua yang masih tertinggal (terutama di Jawa)? Jawaban Pak Sarif, karena banyak perantau yang sukses. Mereka mengajak sanak keluarganya untuk ikut ke sana. Sebagai contoh dari Pak Sarif, ada pendatang Jawa yang sukses dengan penghasilan Rp 200-300 ribu perhari dengan pekerjaan tukang ojek. Jumlah itu tergolong besar bahkan jika membandingkan dengan penghasilan PNS.

Kami melanjutkan makan siang di RM Wong Solo. Kelihatannya restoran ini merupakan salah satu yang terbesar di Sorong dengan atap berbentuk Rumah Gadang. Konon restoran ini juga menjadi korban ketika ada kasus rasisme yang berujung pada kemarahan orang Papua beberapa tahun lalu. Restoran ini terasa sangat islami dengan memasang banyak hadits dan petuah bijak Islam di dindingnya. Selepas makan siang, dengan mempertimbangkan waktu yang masih lama, kami kembali ke hotel dan rencananya kembali ke pelabuhan sore nanti.

Saat kami tiba, KM Gunung Dempo telah sampai. Ratusan bahkan ribuan penumpang turun dan naik berhamburan bersama dengan porter pelabuhan yang ikut membantu mengangkat barang penumpang. Jumlah mereka sangat banyak. Saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk pertama kalinya masuk ke kapal Pelni ini. Ada garbarata yang menghubungkan ruang tunggu ke kapal. 

Menurut penjelasan Pak Glen da Costa, pegawai KSOP, garbarata ini difungsikan bagi penumpang naik sementara penumpang turun lewat jalur bawah. Ini dilakukan untuk mengatur arus penumpang sehingga tidak bercampur dan agar lebih teratur. 

Terlihat arus penumpang yang sangat banyak tersebut telah menanti kapal yang memang sudah datang tertunda akibat cuaca. Terlihat kapal dalam kondisi cukup baik dan pegawai yang menjalankan tugasnya mengatur penumpang dengan tegas. Beberapa kali amarah keluar akibat penumpang atau porter yang tidak mengikuti aturan.

Musim Nataru memang lebih sibuk dari yang sebelumnya saya bayangkan, apalagi di saat kedatangan kapal. Tadinya, maksud keberangkatan saya ke Sorong adalah lebih kepada memantau program pencegahan korupsi (Stranas PK) di Pelabuhan Sorong. 

Ternyata sampai di sana, agenda berubah dari jadwal yang direncanakan. Lebih banyak juga kegiatan dari yang dibayangkan. Jam istirahat tentu harus dimanfaatkan sebaik mungkin karena perjalanan jauh, perbedaan zona waktu, dan padatnya kegiatan cukup menguras tenaga. 

Kini agenda meninjau kapal telah selesai, kami turun dari garbarata untuk kembali ke posko. Garbarata ini memang dibanggakan oleh Pelindo dengan menyebutnya tidak kalah dari bandara. Menurut saya memang garbarata itu cukup baik dan sangat membantu pelayanan penumpang.

Dokpri
Dokpri
Menjelang magrib dan malam terakhir di Sorong, kami melanjutkan dengan makan malam di seafood kaki lima yang ditempuh dengan berjalan kaki melewati terminal kontainer. 

Kami bersama Kepala KSOP Sorong Ibu Jece yang juga terlihat sangat sibuk dan masih dengan ramah menyapa dan mengajak kami makan malam. Kesibukan yang lebih besar sudah menanti esok hari yaitu menyambut kedatangan Dirjen Hubla yang akan ikut memantau langsung Nataru di Sorong.

Sebelum Pulang: Menyambut Dirjen Hubla

Masih pukul 4 pagi, kami sudah bersiap untuk agenda terakhir di Sorong sebelum kembali ke Jakarta yaitu menyambut Dirjen Hubla, Arif Toha Tjahjagama yang akan mendarat di Sorong subuh ini.

Sesuai rencana, kami berangkat ke Bandara DEO dan setibanya disana kami sudah bertemu dengan rombongan KSOP, Disnav, Poltekpel, dan Kepala Bandara untuk penyambutan. Tak menunggu lama, Pak Dirjen pun tiba dan tak disangka menginap di hotel yang sama dengan kami.

Kami sempat sarapan sebelum mendampingi kegiatan Dirjen pada Kamis, 29 Desember 2022. Sekira jam 7 pagi, kami bersama rombongan Dirjen berangkat ke dermaga kapal patroli KPLP (Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai) Sorong. Sebenarnya kami ragu dengan jadwal kegiatan hari itu karena harus bersiap ke bandara untuk perjalanan pulang ke Jakarta. 

Di kapal KPLP telah disediakan sarapan untuk semua rombongan dari Jakarta, namun akhirnya kami (yang akan pulang ke Jakarta) turun dari kapal untuk menuju bandara, karena jika ikut di kapal tersebut waktunya sangat singkat. 

Kami pamit dengan Dirjen, seluruh pimpinan, dan pegawai KSOP dan Disnav Sorong untuk melanjutkan perjalanan pulang kami ke Bandara DEO. Tentu mereka semua telah menyambut dan membantu kami selama 3 hari di Sorong dengan sangat baik dan meninggalkan kesan yang indah.

Mereka adalah orang-orang tangguh yang berada di garda depan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka adalah salah satu cerminan Ditjen Hubla yang bekerja dengan penuh profesionalisme.

Bertemu Teman Diklat dan Delay Penerbangan

Bandara DEO tampak cukup megah dan terawat dengan baik. Di bandara ini, saya punya teman diklat Public Speaking yang berdinas di sini, namanya Pak Hasto. Saya mengabari beliau tentang keberadaan saya di bandara ini dan berharap bisa bertemu. Benar saja, karena ada kesempatan saya pun akhirnya bertemu setelah check-in dan mencetak boarding pass. Saya mengobrol sebentar dan sayangnya lupa foto bersama. 

Sorong, sebagaimana kota lain di Papua, terkenal dengan roti abon gulung yang kerap menjadi oleh-oleh. Tentu saja salah satu lokasi penjualannya ada di bandara. Kami pun membeli beberapa roti abon gulung itu sebelum naik pesawat. 

Sayangnya, pesawat yang kami gunakan delay selama 3 jam (konon pesawat tersebut meneruskan perjalanan ke Manokwari) sehingga kami dapat kompensasi snack dan nasi kotak. Akhirnya, sekitar 10.30 pagi pesawat yang akan membawa kami ke Jakarta sudah siap. Tak seperti waktu berangkat, saya tidak tidur selama di pesawat perjalanan pulang. Cuaca yang berawan menemani perjalanan kami hingga mendarat di Jakarta siang harinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun