Sekolah yang bermutu juga perlu menjalin komunikasi dengan orang tua agar visi pendidikan anak selaras.
Selain guru dan keluarga, masyarakat juga berperan besar dalam mutu pendidikan. Anak-anak tumbuh dalam lingkungan sosial yang membentuk cara pandang dan perilaku mereka. Jika lingkungan penuh kekerasan, hoaks, dan korupsi, maka nilai-nilai itu mudah ditiru.
Sebaliknya, bila masyarakat menampilkan budaya gotong royong, kejujuran, dan kerja sama, anak-anak akan belajar darinya.
Konsep Tut wuri handayani sangat relevan di sini. Masyarakat dapat menjadi kekuatan pendorong yang menjaga anak-anak agar tetap di jalur yang benar. Misalnya, komunitas lokal yang menyediakan ruang baca, kegiatan seni, atau olahraga. Atau tokoh masyarakat yang menjadi panutan dalam sikap hidup. Anak-anak belajar dari interaksi sehari-hari di luar kelas, maka masyarakat perlu sadar bahwa mereka juga bagian dari proses pendidikan.
Selain itu, dunia usaha juga dapat berkontribusi. Program magang, beasiswa, atau dukungan fasilitas bisa memperkuat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Dengan cara ini, sekolah tidak berdiri sendiri, tetapi terhubung dengan masyarakat dan dunia nyata.
Pendidikan Bermutu Sesuai Kebutuhan Masyarakat
Pada akhirnya, mutu pendidikan tidak bisa diukur semata dari kurikulum baru atau peringkat internasional. Mutu pendidikan harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat Indonesia, sesuai kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam.
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih hidup di pedesaan, bekerja di sektor informal, dan berjuang memenuhi kebutuhan dasar. Pendidikan bermutu untuk mereka bukan berarti hafal teori sains mutakhir saja, tetapi mampu membaca, berhitung, memahami teknologi sederhana, dan hidup sehat.
Di sisi lain, bagi generasi muda di kota besar, pendidikan bermutu berarti menyiapkan daya saing global, kemampuan digital, dan kreativitas. Semua ini bisa diwujudkan bila pendidikan berpijak pada falsafah Ki Hadjar Dewantara.
"Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" adalah prinsip yang masih segar hingga hari ini. Pendidikan bermutu lahir dari teladan guru, semangat murid, dukungan keluarga, dan dorongan masyarakat.
Bila semua unsur berjalan bersama, pendidikan Indonesia tidak hanya mencetak manusia pintar, tetapi juga manusia berkarakter, berbudaya, dan siap membangun bangsa.
Inilah jalan Ki Hadjar Dewantara, jalan yang perlu kita hidupkan kembali demi aspirasi pendidikan bermutu untuk semua.