Mohon tunggu...
Fathiyyah Aulia
Fathiyyah Aulia Mohon Tunggu... Freelancer - Salmaagista

gista

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Diplomasi Koersif bagi China: Solusi atau Bumerang?

29 November 2021   17:52 Diperbarui: 29 November 2021   19:18 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengantar

Diplomasi koersif merupakan strategi diplomasi yang mengandalkan ancaman sebagai kekuatan militer. Dimana hal tersebut menjadi aspek penting yang harus digunakan oleh pihak  yang menggunakan cara tersebut agar pihak lain melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan pihak yang menggunakan diplomasi tersebut. 

Diplomasi koersif menekankan pada ancaman berupa kekuatan yang lebih besar agar lawan melakukan sesuatu yang diminta. Hal ini membuktikan bahwa Diplomasi koersif merupakan suatu instrument yang digunakan untuk mengintimidasi lawan, dengan kekuatan yang dimiliki oleh pihak yang menggunakan diplomasi koersif. (Jentlenson, 2006)

Pada umumnya, penggunaan diplomasi koersif bergantung kepada biaya atau sanksi yang akan diberikan kepada suatu negara, maupun biaya yang diberikan atas kepatuhan suatu negara yang menjadi target pelaku diplomasi koersif.

 Menurut Bruce W. Jentlenson pemberian Insentif juga diperlukan dalam strategi diplomasi koersif. Bruce mendefinisikannya sebagai Carrots and stick yang berarti sanksi ekonomi serta kekuatan militer. 

Perlu diingat bahwa pelaku diplomasi koersif harus secara matang memikirkan tawaran atau biaya atas  ketidak-patuhan dan kepatuhan dengan setimpal. Kesuksesan dari diplomasi koersif tergantung dari keseimbangan antara biaya ketidak-patuhan serta keuntungan dari kepatuhan. Keseimbangan tersebut harus mencakup 3 kriteria berikut:

  • Proposionalitas

Kriteria ini merupakan hubungan antara sifat dari negara yang ditarget kan dengan pengaruh yang akan diterapkan oleh negara pelaku. Masalah utama dari kriteria ini adalah tuntutan yang diberlakukan kepada negara target untuk mengadakan perubahan rezim. Karena perubahan rezim merupakan instrument penting dari kriteria ini.

  • Timbal Balik

Pentingnya bagi kedua belah pihak bahwa mereka mendapatkan sesuatu untuk sesuatu. Kriteria ini merupakan pemahaman mengenai si wortel dan target. Proses ini dapat dilakukan secara bertahap hingga keinginan target terlihat jelas mengenai apa yang benar-benar sepadan serta bermanfaat bagi target sehingga target yakin dalam melakukan suatu hal.

  • Kredibilitas Koersif

Kriteria ini merupakan implementasi dari elemen intimidasi. Keadaan dimana target akan merasa sangat rugi jika menolak tuntutan yang diberlakukan. Sehingga perlu diingat bahwa kekuatan ekonomi maupun militer saja tidak cukup untuk menjamin keberhasilan suatu negara.

Pembahasan

Diplomasi koersif merupakan salah satu diplomasi yang masih terus digunakan hingga pada saat ini, termasuk negara-negara super power seperti China. 

Tidak jarang China menggunakan Diplomasi Koersif sebagai alat kepentingan mereka. Diplomasi ini digunakan oleh China tentunya sebagai alat untuk mencapai kepentingannya dalam bentuk mengancam negar-negara lain atau mengeksploitasi sumber daya alam dari negara-negara yang kekurangan dana. 

Meskipun China sudah berkali-kali melakukan ancaman atau pengeksploitasian pada negara negara lain, tetapi faktanya banyak juga negara yang tetap tidak menghiraukan ancama China tersebut. Berikut adalah beberapa negara yang terkena diplomasi koersif yang diberlakukan oleh China:

1. Australia

Australia baru-baru saja mengambil keputusan untuk membatalkan perjanjian pembangunan infrastruktur Bolt and Road yang ia jalin dengan China. (VOA, 2021) Australia berkata bahwa ia akan selalu lebih dulu mementingkan kepentingan nasionalnya dari pada China. Hal itu dilakukan oleh Australia dikarenakan kesepakatan tersebut dirasa tidak konsisten terhadap kebijakan luar negrinya. 

Adanya pembatalan yang dilakukan oleh Australia tentu saja membuat panas China. (VOA, 2021) Mentri-mentri China menolak semua panggilan yang berasal dari Australia, China juga sangat membatasi barang-barang Australia yang ingin masuk kesana, dan China telah memberhentikan semua jenis investasi ke Australia. 

Tentunya hal ini sangat menyulitkan dan membuat ekonomi Australia turun, tetapi Australia terkesan tidak ingin mensukseskan diplomasi koersif yang sedang dilakukan oleh China. Karena menurut Australia hubungan itu adalah nilai bersama bukan nilai China. (Supianto, 2021) 

Dengan adanya pemutusan hubungan dengan China, Australia memilih untuk membina hubungan dengan negara besar lainnya di Kawasan, serta ikut memblokir semua rencana investasi China di Australia. (Wijaya, 2021) Tidak hanya itu Australia juga menetapkan syarat bagi China jika ingin bergabung dalam pakta perdagangan trans-Pasifik. (Djafar, 2021)

2. Korea Selatan

Korea Selatan memutuskan bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam Terminal High Altitude Area Defence (THAAD). Korea Selatan melakukan Kerja sama tersebut dikarenakan gerakan rudal yang dilakukan oleh korut semakin tinggi. Melihat hal tersebut China mengecam keras perilaku korsel. 

China menganggap hal tersebut menodai kepercayaan mereka. (Manalu, 2016) Lagi-lagi China menggunakan diplomasi koersif sebagai upaya membuat Korea Selatan tunduk dan bentuk penolakan terhadap kebijakan tersebut. China menutup akses barang serta jasa yang masuk dari Korea Selatan serta memberlakukan pelarangan terhadap masyarakatnya yang ingin bertamasya ke Korea Selatan. 

Hal ini tentu saja menyebabkan keterpurukan ekonomi bagi Korea Selatan pasalnya China merupakan salah satu mitra dagang terbesar serta sebanyak 60% turis berasal dari China. Tidak hanya itu China juga melarang penyebaran Korean Wave seperti music, acara tv, webtoon, serta artis-artis asal Korea Selatan di dalam China. 

Tetapi dengan adanya sanksi tersebut nyatanya tidak membuat Korea Selatan membatalkan kebijakan tersebut. Korea Selatan tetap teguh denga napa yang sudah ia mulai. (Safira, 2019)

3. Lithuania

Permasalahan anatara Lithuania dengan China ini berawal pada bulan Juli Ketika Lithuania membuka kantor kedutaan de facto Taiwan. Kejadian tersebut merupakan kali pertama selama 18 tahun ada negara eropa yang menerima kantor perwakilan Taiwan terpisah dari China. 

Menurut China membuka kantor kedutaan Taiwan sama saja mengakui kedaulatan dari negara tersebut. Langkah yang diambil oleh Lithuania sangat dikecam keras oleh China karena telah menganggu kedaulatan dari One China Policy. China menganggap Langkah Lithuania tersebut adalah peristiwa yang menyeramkan dan keliru. Akibat adanya konflik tersebut China menarik duta besarnya dari Lithuania. (CNN Indonesia, 2021) Hal tersebut juga otomatis memberhentikan setiap kegiatan pelayanan kekonsulenan, serta penurunan status menjadi kuasa usaha. China juga meminta Lithuania mengganti status perwakilan diplomatiknya di China. (Firmansyah, 2021) 

China melakukan kebijakan-kebijakan tersebut berharap Lithuania mengkaj ulang mengenai pembukaan kantor kedutaan taiwan dinegaranya. Tetapi Lithuania tetap mempertahankan kebijakannya tersebut kemudia memberikan nama "Taiwan" pada kantor perwakilan yang sebelumnya China Taipei. (Cahyani, 2021) 

Perilaku China tersebut sangat memancing kemarahan Lithuania dimana, Lithuania memutuskan untuk keluar dari dialog 17+1 yang dianggotakan oleh China dan beberapa negara Eropa Tengah dan Timur. Lithuania bahkan menyerukan suara kepada negara-negara di Eropa untuk Bersatu melawan China, dan turut membela kedaulatan Taiwan sebagai negara merdeka. (Satria, 2021)

4. Ceko

Sama halnya dengan Lithuania, Ceko juga menjadi target diplomasi koersif China yang bisa dikatakan gagal. Konflik ini bermula pada Agustus 2020 dimana Ceko melakukan hubungan dengan Taiwan pada saat ketua senat Ceko melawat ke Taiwan. 

Pertemuan tersebut menghasilkan perbincangan mengenai kerjasama bisnis antar kedua negara tersebut dan Ceko tidak akan tunduk pada ancaman China. Diantara ketegangan Taiwan denga China, Taiwan menganggap kedatangan Ceko sebagai bentuk dukungan bagi Taiwan. Mendapat kecaman keras dari China, Ceko tetap tidak peduli. Ceko bahkan menyampaikan pidato yang menyatakan bahwa ia mendukung nilai-nilai demokrasi yang dilakukan Taiwan dan negaranya. 

Tidak sampai disitu saja, Ceko mengakhiri pidatonya dengan kalimat "Saya warga Taiwan". Kejadian tersebut membuat kesepakatan dari kedua ibu kota negara Ceko dengan China juga berakhir. (VOA, 2020) Ceko tidak ingin kehilangan nilai-nilai negaranya hanya karena uang. (VOA, 2020)

5. Jepang

Awal mula permasalahan jepang dengan China adalah ketika China merasa bahwa Jepang bersikap terlalu ikut campur dalam masalah Taiwan. Hal tersebut ditandai dengan klaim Jepang yang mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir China telah meningkatkan tekanannya kepada Taiwan dalam sektor militer, ekonomi, dan diplomatik. Menurut jepang perilaku China terhadap Taiwan dapat mengancam stabilitas Kawasan. (Sicca, 2021) 

Jepang menyatakan bahwa negaranya akan menjamin kesejahteraan serta kedaulatan Taiwan. Jepang menyatakan akan tetap mempertahankan Taiwan sebagai sekutunya dengan Amerika Serikat. Melalui pernyataan pernyataan tersebutlah China mulai marah dan mulai melakukan diplomasi koersifnya dengan ancaman militer. 

China mengancam Jepang bahwa ia akan menjatuhkan bom nuklir hingga Jepang menyerah tanpa syarat.(Pangestu, 2021) Ancaman Bom nuklir tersebut nyatanya tetap tidak membuat Jepang melunak. 

Jepang tetap mempertahankan Taiwan serta terus berupaya melakukan pertahanan militer didalam negaranya. Jepang menambahkan anggaran militernya, serta mendesak percepatan pelaksanaan proyek yang sedang Jepang kerjakan. (Berlianto, 2021) Jepang juga meninjau pedoman pertahanan nasional, yang memiliki pembahasan  mengenai target pembangunan pertahanan, program pertahanan jangka menengah, yang merinci rencana pembangunan hingga 5 tahun kedepan. 

Jepang juga dikabarkan melakukan Kerjasama bersifat militer dengan Taiwan dan Amerika Serikat dalam melawan aktivitas militer China.

6. Malaysia

Pada Agustus 2018 Perdana Mentri Malaysia berniat untuk menunda atau memberhentikan proyek OBOR yang sudah diteken oleh pemerintah sebelumnya. Mahthir Mohammad berifikir bahwa proyek yang dijalin bersama China itu tidak menguntungkan Malaysia, dan membuat utang Malaysia melonjak, sehingga ia ingin memberhentikan proyek yang telah dijalin bersama tersebut demi menekan hutang negara. Mahthir meminta pemangkasan biaya dikarenakan proyek tersebut bernilai US$22. (Margrit, 2018) 

Pembatalan ini juga dilakukan Mathir agar nantinya tidak ada praktik "utang budi" Malaysia kepada China. Ia melihat contoh melalui Sri Lanka yang sudah kehilangan banyak sumber daya alam akibat tidak dapat membayar hutang. 

Mahthir tidak ingin hal yang sama terjadi pada Malaysia. (Syafina, 2018) Namun pada April 2019 tampaknya China berhasil dengan diplomasi koersif yang ia gunakan sebagai upaya untuk menundukan Malaysia. 

Bagaimana tidak, China mengancam Malaysia denda 71 Triliun jika tetap membatalkan proyek tersebut. Maka dari itu kebijakan tersebut dikaji ulang oleh kedua belah pihak dan pada akhirnya Malaysia tetap melanjutkan proyek kerjasamanya dengan China. (CNN Indonesia, 2019)

Penutup

Penggunaan Diplomasi Koersif yang sangat diandalkan oleh China sebagai alat diplomasinya dalam upaya mencapai kepentingan tersebut tentunya sangat merugikan pihak pihak yang dijadikan target oleh China. 

Melalui banyaknya informasi yang sudah saya cari terkait target diplomasi koersif China, hal itu semakin membuktikan bahwa diplomasi koersif bukan merupakan solusi, bahkan menjadi bumerang Ketika banyak negara yang sudah mempertahankan prinsip serta indepesensi mereka. 

Banyaknya kegagalan yang dialami China melalui upaya diplomasi koersifnya menurut penulis dikarenakan oleh ketidak matangan China dalam memberikan sanksi. Karena perlu diingat menurutu Burce diplomasi koersif dapat mencapai keseimbangan yang dibutuhkandengan cara memikirkan kombinasi dari kemauan dan kemampuan. 

Penting diingat bahwa kita melakukan diplomasi "dan" kekuatan bukan diplomasi "atau" kekuatan. Wortel dan tongkat harus dikombinasikan sesuai dengan konsepsi timbal balik dimana tidak menawarkan terlalu sedikit terlambat atau terlalu banyak terlalu cepat dan terlalu banyak sebagai imbalan, atau atau terlalu sedikit sebagai imbalan. Hal ini membutuhkan keterampilan dan keahlian yang hebat. (Jentlenson, 2006) 

Menurut penulis China juga tidak memikirkan dampak dari sikap kontra negara target. Negara yang tadinya berhubungan baik dengan China pada nantinya akan berkontra dikarenakan diplomasi koersif yang sudah bukan merupakan solusi lagi untuk negara negara mencapai kepentingannya. 

Menurut penulis juga keberhasilan dari diplomasi koersif yang dilakukan oleh China sekarang ini hanya akan efektif jika negara targetnya adalah negara berkembang, seperti Malaysia. Dalam informasi yang telas saya tulis diatas, dengan ancaman ekonomi, Malaysia sudah Kembali patuh dengan China.

 Berbeda dengan negara negara maju yang memiliki aliansi dengan Amerika Serikat. Penggunaan diplomasi koersif yang diberlakukan oleh China hanya menjadi bumerang saja dan bukan merupakan solusi yang bijak.

Daftar Pustaka

Berlianto. (2021). Khawatir Ancaman China dan Korut, Jepang Beri Tambahan Anggaran untuk Militer. Tokyo: SindoNews.

Cahyani, I. N. (2021). China Marah dan Batasi Hubungan dengan Lithuania Gara-gara Taiwan. Tribun.news.

CNN Indonesia. (2019). Terancam Denda Rp71 T, Malaysia Lanjutkan Proyek China. Jakarta: CNN Indonesia.

CNN Indonesia. (2021). China soal Misi Perwakilan Taiwan: Lithuania Akan Terima Akibatnya. Jakarta: CNN Indonesia.

Djafar, A. (2021). Australia Tetapkan Syarat Bagi China Jika Bergabung dalam Pakta Pasifik. Sydney: Gatra.com.

Firmansyah, T. (2021). Kedubes China di Lithuania Hentikan Layanan Kekonsuleran. Beijing: Republika.co.id.

FORUM. (2021, Oktober 20). Berbagai negara menentang ‘diplomasi koersif’ RRT. Retrieved from Indo Pacific Defense Forum: https://ipdefenseforum.com/id/2021/10/berbagai-negara-menentang-diplomasi-koersif-rrt/

Jentlenson, B. W. (2006). Coercive Diplomacy: Scope and Limits in the Contemporary World. Stanley: The Stanley Foundation.

Manalu, J. E. (2016). China Kritik Anti Rudal Korea Selatan. Seoul: Kabar24.

Margrit, A. (2018). Malaysia Berniat Batalkan Proyek Infrastruktur yang Didukung China. Jakarta: Kabar24.

Pangestu, R. R. (2021). China Ancam Jatuhkan Bom Nuklir ke Jepang dan Gelar Perang Total. Pikiranrakyat.

Safira, N. A. (2019, Juli 20). PILIHAN STRATEGI SANKSI EKONOMI TIONGKOK DALAM MERESPON KEBIJAKAN PENEMPATAN SISTEM TERMINAL HIGH ALTITUDE AREA DEFENSE DI KOREA SELATAN TAHUN 2016 - 2018. Retrieved from Research repository umy: http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/28577

Satria, L. (2021). Lithuania Ajak Eropa Bersatu Hadapi China. Washington: Republika.co.id.

Sicca, S. P. (2021). Jepang Bela Taiwan dan Sebut China Ancaman Krisis untuk Stabilitas Kawasan. Tokyo: Kompas.

Supianto. (2021). Diplomasi Koersif China Disebut Timbulkan Kerugian yang Luar Biasa di Australia. Washington: Jurnas.

Syafina, D. C. (2018). Langkah Berani Mahathir Batalkan Proyek-Proyek Cina di Malaysia. Tirto.id.

VOA. (2020). "Diplomasi Koersif" China Jadi Bumerang Saat Kunjungan Senat Ceko ke Taiwan. VOA.

VOA. (2020). Abaikan China, Senator Ceko Berpidato di Parlemen Taiwan. VOA.

VOA. (2021). Australia Utamakan Kepentingan Nasional Dalam Hubungan dengan China. VOA.

VOA. (2021). China: Langkah Australia Batalkan Kesepakatan Hancurkan Hubungan. VOA.

Wijaya, S. (2021). Hubungan China dan Australia Makin Memburuk. Republika.co.id.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun