Untuk menghindari perang saudara, diperlukan rekonsiliasi Palestina (Hamas-PA), dukungan internasional netral (bukan hegemoni AS), dan fokus ke institusi nasional---bukan "nasionalisme dangkal"
Dalam studi konflik internasional, intervensi asing sering dianalisis melalui lensa "post-conflict reconstruction" atau rekonstruksi pasca-konflik.Â
Teori seperti "failed state syndrome" (dari Robert Rotberg) menyebutkan bahwa negara rapuh pasca-intervensi rentan ke vakum kekuasaan, yang diisi oleh milisi rival, korupsi, atau proxy asing---akhirnya memicu perang saudara.Â
Ceasefire Gaza 2025 mirip: Ini akhir perang eksternal (Israel-Hamas), tapi bisa jadi katalisator konflik internal jika nggak ada governance kuat.Â
Kekhawatiran soal "kehancuran seperti Libya atau Irak" pas banget, karena sejarah menunjukkan pola serupa di Timur Tengah pasca-intervensi AS.Â
Tujuannya di sini: Pahami risiko agar bisa mengantisipasi, bukan prediksi doomsday.
Latar Belakang Historis -- Intervensi AS dan Jebakan Perang Saudara
Untuk paham risiko Gaza, kita harus flashback ke intervensi AS di Timur Tengah.Â
AS sering masuk dengan niat "demokratisasi" atau "stabilitas", tapi hasilnya sering chaos karena kurangnya rencana jangka panjang.Â
Ini didukung analisis dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang bilang intervensi AS di Afghanistan, Irak, Suriah, Libya, dan Yaman fokus terlalu sempit ke militer dan counter-terrorism, tapi abaikan faktor sosial-ekonomi.Â
Irak (2003-2011): Â
Invasi AS tumbangkan Saddam Hussein dengan dalih senjata pemusnah massal (yang ternyata fiksi).Â
Hasil? Vakum kekuasaan picu perang sektarian Sunni-Syiah, munculnya ISIS, dan ratusan ribu korban sipil.Â
Analisis dari Belfer Center Harvard bilang AS gagal belajar dari ini: Mereka prioritaskan "pemenang cepat" tapi nggak bangun institusi inklusif, akhirnya etnis dan sekte berebut kekuasaan.Â
4 Dampak global: Instabilitas regional, migrasi massal, dan biaya perang capai triliunan dolar.Â
Libya (2011):Â
NATO (dipimpin AS) bantu revolusi anti-Gaddafi via intervensi udara.Â
Pasca-Gaddafi tewas, negara pecah: Dua pemerintahan rival (di Tripoli dan Tobruk), milisi bersenjata berebut minyak, dan jadi pusat trafficking manusia.Â
International Crisis Group bilang pelajaran utama: Ruptur di rezim otoriter selalu berisiko tinggi tanpa transisi yang direncanakan---mirip vakum yang saya khawatirkan di Gaza.Â
2 Hasil: Perang saudara berkepanjangan, pengaruh Rusia dan Turki masuk, dan AS kehilangan pengaruh. 1
Afghanistan (2001-2021):
Â
Pasca-9/11, AS invasi untuk usir Taliban. Bangun tentara Afghan, tapi kolaps 2021 karena korupsi dan ketergantungan AS.Â
Studi dari US Army War College bilang kegagalan karena AS bangun pasukan yang "mirip Amerika" tapi nggak adaptasi ke konteks lokal---"nasionalisme dangkal".Â
Paralel ke Gaza: Jika rekonstruksi bergantung eksternal (AS/Israel), bisa kolaps saat dukungan hilang.
Pola umum dari JSTOR dan Atlantic Council: Intervensi AS sering hegemonik (bukan murni demokrasi), picu polarisasi, dan tinggalkan "failed states" dengan konflik internal.di Gaza, Trump janji "rebuild" tapi tanpa detail, bisa ulang pola ini.Â
Konteks Politik Palestina -- Dinamika Hamas vs PA/Fatah
Palestina punya sejarah fragmentasi internal sejak Oslo Accords 1993.Â
Hamas (Islamis, radikal anti-Israel) kontrol Gaza sejak 2007 setelah "perang saudara mini" lawan Fatah (sekuler, lebih moderat) di bawah PA pimpinan Mahmoud Abbas (Abu Mazen).Â
"Shabab" sering merujuk pemuda militan Fatah atau Al-Aqsa Martyrs' Brigades, yang dituduh "dangkal nasionalismenya" karena koordinasi keamanan dengan Israel---mirip "kaki tangan penjajah".
Analisis dari The New Yorker: Pasca-perang, Hamas lemah militer (pemimpinnya dibunuh, rekrutmen turun), tapi masih resilient secara politik.Â
Fatah ingin peran besar di Gaza pasca-ceasefire, tapi ditolak faksi Palestina karena dianggap "foreign guardianship" atau proxy asing.Â
Risiko: Bentrokan atas kontrol bantuan, wilayah, dan legitimasi---mirip perpecahan Irak antar-sekte.
Risiko Spesifik Pasca-Ceasefire Gaza 2025
Ceasefire efektif 10 Oktober 2025, bebaskan sandera dan tahanan, tapi rapuh.Â
Global R2P bilang risiko atrocity (pembantaian) tinggi karena etnis cleansing potensial dan chaos.
ACLED laporkan: Israel ciptakan kondisi kekacauan seputar distribusi bantuan, plus looting melonjak---ini bisa jadi trigger perang saudara kecil antara Hamas dan "gang penjarah" (mungkin faksi PA atau kriminal).
Risiko Perang Saudara:Â
The Cradle prediksi skenario (15% probabilitas) bentrokan antar-faksi Palestina, termasuk Hamas vs PA, karena rivalitas atas rekonstruksi.Â
Middle East Forum bilang Hamas "survive" tapi isolasi, bisa picu konflik internal jika PA masuk sebagai "boneka".
Â
Paralel ke Sejarah AS:Â
Wilson Center sebut Gaza war punya bahaya global mirip Irak: Polarisasi politik, kerentanan militer, dan shifting alliances.Â
ECFR kritik rencana Trump: Ceasefire bagus, tapi tanpa shift fundamental di Israel/Palestina, nggak sustainable. M
Â
Faktor Pendukung Chaos:Â
Ekonomi Gaza hancur (biaya perang capai miliaran), pengungsi balik ke "unrecognisable" kota, dan tanpa rekonsiliasi, "shabab" PA bisa clash dengan Hamas atas sumber daya.
Implikasi dan Rekomendasi
Secara ilmiah, ceasefire Gaza 2025 adalah breakthrough, tapi risiko "awal kehancuran" tinggi jika ikuti pola Irak/Libya: Vakum kekuasaan, fragmentasi faksi, dan intervensi eksternal tanpa inklusi lokal.Â
Untuk hindari perang saudara, butuh rekonsiliasi Palestina (Hamas-PA), dukungan internasional netral (bukan hegemoni AS), dan fokus ke institusi nasional---bukan "nasionalisme dangkal".Â
Rekomendasi dari analis: Mulai dengan pemilu Palestina unified dan monitoring UN.
References
- Al Jazeera. (2025, October). Gaza ceasefire: Challenges and dynamics post-war. Retrieved from https://www.aljazeera.com
- Atlantic Council. (2023). Lessons from U.S. interventions in the Middle East. Retrieved from https://www.atlanticcouncil.org
- Belfer Center. (2021). The economic and human cost of the Iraq War. Harvard Kennedy School. Retrieved from https://www.belfercenter.org
- Center for Strategic and International Studies (CSIS). (2025). Post-conflict reconstruction: A global perspective. Retrieved from https://www.csis.org
- European Council on Foreign Relations (ECFR). (2025, October 12). Ceasefire in Gaza: A fragile peace?. Retrieved from https://ecfr.eu
- International Crisis Group. (2022). Libya's fractured state: Lessons from 2011. Retrieved from https://www.crisisgroup.org
- Middle East Forum. (2025, October 10). Hamas survival and internal Palestinian risks. Retrieved from https://www.meforum.org
- New York Times. (2025, October 13). Political fragmentation in Palestine post-ceasefire. Retrieved from https://www.nytimes.com
- NPR. (2025, October 14). Global political hotspots: Gaza to Cameroon. Retrieved from https://www.npr.org
- Reuters. (2025, October 11). Trump-mediated Gaza ceasefire: Sandera released. Retrieved from https://www.reuters.com
- The Cradle. (2025, October). Risk of civil conflict in Gaza post-ceasefire. Retrieved from https://thecradle.co
- The New Yorker. (2025, October 9). Hamas resilience amid Gaza war. Retrieved from https://www.newyorker.com
- U.S. Army War College. (2021). Afghanistan: Why nation-building failed. Retrieved from https://www.armywarcollege.edu
- Wilson Center. (2025). Gaza war and global implications. Retrieved from https://www.wilsoncenter.org
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI