*Akademik:Â Membuat karya Berkowitz terlihat lebih sebagai advokasi politik daripada analisis hukum objektif.
*Etis: Mengabaikan penderitaan sipil berarti gagal memenuhi prinsip humanity yang jadi dasar hukum perang.
*Politik:Â Pembelaan semacam ini memperkuat status quo pendudukan Israel, memperburuk konflik, dan melemahkan peluang perdamaian.
*Publik:Â Reaksi keras (teriakan "Zionis!" di kampus Indonesia) mencerminkan kesadaran moral kolektif bahwa argumen Berkowitz terasa timpang.
Peter Berkowitz memang ahli dalam retorika hukum, tetapi argumennya rapuh karena:
1.Bias selektif dalam fakta,
2.Mengabaikan prinsip proportionality & collective punishment,
3.Menormalisasi penderitaan sipil,
4.Menyamakan "demokrasi liberal" dengan legitimasi moral,
5.Menggunakan konsep lawfare untuk menutupi kritik sah.
Kesalahan-kesalahan ini membuat argumennya tidak memadai untuk menjawab tuduhan genosida atau kejahatan perang, dan lebih berfungsi sebagai apologia politik ketimbang kajian akademik.